Kementerian Perindustrian dorong Mars hilirisasi biji kakao jadi makanan
27 Juli 2015 22:27 WIB
Dokumentasi pekerja menjemur biji kakao di Desa Bora, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (21/10). Petani kakao (Theobroma cacao, L) kembali memelihara tanaman mereka karena harga kakao di tingkat petani terus meningkat, dari Rp. 21.000 perkilogram menjadi Rp.29.000 perkilogram. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian mendorong perusahaan pengolah biji kakao PT Mars Symbioscience untuk hilirisasi lebih lanjut hingga menjadi produk makanan di Indonesia.
"Mereka sudah hilirisasi tahap pertama, yakni mengolah biji kokoa menjadi bubuk kakao (cocoa powder), lemak cokelat (cocoa butter) dan pasta cokelat (cocoa liquor). Kami dorong terus untuk hilirisasi ke produk jadi," kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, di Jakarta, Senin.
Panggah mengatakan, perusahaan dalam hal ini memiliki peluang yang sangat besar, mengingat permintaan produk tersebut di pasar dalam negeri terus meningkat, ditambah infrastruktur yang semakin memadai.
Menurut Susanto, hilirisasi hingga produk makanan jadi tersebut memang membutuhkan dukungan dari pemerintah, seperti dari sisi kebijakan hingga ketersediaan bahan baku di dalam negeri.
"Ini perlu fleksibilitas agar tata niaganya juga harus dipikirkan. Kalau kakao mungkin tidak impor. Tapi, untuk gula, susu dan kacang ini harus bersinergi. Kemenperin dan Kemendag perlu memikirkan ini," katanya.
Namun, sebagai penghasil kakao nomor tiga di dunia, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam menanam maupun memanen kakao.
Pemilik PT Mars Symbioscience, Frank Mars, mengatakan, pihaknya sedang menunggu waktu yang tepat untuk berinvestasi dan melakukan hilirisasi lebih jauh dalam mengolah biji kakao di Indonesia.
"Kami sedang menunggu waktu yang tepat. Namun, hal tersebut memang menjadi rencana dalam strategi bisnis kami," ujarnya.
Menurutnya, bagi perusahaan pengolahan yang terletak di Makasar ini, yang terpenting adalah meningkatkan kemampuan petani lokal dalam memproduksi biji kakao dengan teknologi memadai serta pelatihan yang tepat.
"Produktivitas petani adalah kuncinya. Kami akan memberikan pelatihan dan teknologi yang tepat guna untuk bisa digunakan para petani kakao di seluruh Indonesia," ujarnya.
"Mereka sudah hilirisasi tahap pertama, yakni mengolah biji kokoa menjadi bubuk kakao (cocoa powder), lemak cokelat (cocoa butter) dan pasta cokelat (cocoa liquor). Kami dorong terus untuk hilirisasi ke produk jadi," kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, di Jakarta, Senin.
Panggah mengatakan, perusahaan dalam hal ini memiliki peluang yang sangat besar, mengingat permintaan produk tersebut di pasar dalam negeri terus meningkat, ditambah infrastruktur yang semakin memadai.
Menurut Susanto, hilirisasi hingga produk makanan jadi tersebut memang membutuhkan dukungan dari pemerintah, seperti dari sisi kebijakan hingga ketersediaan bahan baku di dalam negeri.
"Ini perlu fleksibilitas agar tata niaganya juga harus dipikirkan. Kalau kakao mungkin tidak impor. Tapi, untuk gula, susu dan kacang ini harus bersinergi. Kemenperin dan Kemendag perlu memikirkan ini," katanya.
Namun, sebagai penghasil kakao nomor tiga di dunia, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam menanam maupun memanen kakao.
Pemilik PT Mars Symbioscience, Frank Mars, mengatakan, pihaknya sedang menunggu waktu yang tepat untuk berinvestasi dan melakukan hilirisasi lebih jauh dalam mengolah biji kakao di Indonesia.
"Kami sedang menunggu waktu yang tepat. Namun, hal tersebut memang menjadi rencana dalam strategi bisnis kami," ujarnya.
Menurutnya, bagi perusahaan pengolahan yang terletak di Makasar ini, yang terpenting adalah meningkatkan kemampuan petani lokal dalam memproduksi biji kakao dengan teknologi memadai serta pelatihan yang tepat.
"Produktivitas petani adalah kuncinya. Kami akan memberikan pelatihan dan teknologi yang tepat guna untuk bisa digunakan para petani kakao di seluruh Indonesia," ujarnya.
Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: