Jakarta (ANTARA News) - Tim kuasa hukum tersangka dugaan tindak pidana korupsi di PTUN Medan Otto Cornelis Kaligis (OCK) telah mengajukan permohonan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin.

Tim kuasa hukum yang terdiri atas 150 anggota Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) tersebut telah mengajukan permohonan dengan Nomor Perkara 72/Pid.Prap/2015/PN.JKT.SEL dan Nomor SK 368/SK/HKM/VII/2015.

Salah seorang anggota tim kuasa hukum OCK, Jhonson Panjaitan, menjelaskan bahwa permohonan sidang praperadilan tersebut bertujuan untuk menentukan status penahanan OCK oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 14 Juli 2015.

"Kita lebih pada prosedur yang menyangkut pelanggaran HAM. Soal status, awalnya Pak OCK dipanggil sebagai saksi pada 13 Juli 2015 tapi langsung ditangkap di sebuah hotel pada tanggal esok harinya (14 Juli 2015)," ujarnya menjelaskan.

Dia berpendapat penahanan tersebut melanggar Hak Asasi Manusia, karena surat panggilan pemeriksaan terlambat diterima oleh OCK dan pada keesokan harinya langsung dilaksanakan penangkapan dan penahanan oleh KPK.

"Ternyata surat perintah penahanan dikeluarkan KPK pada 13 Juli, sedangkan status pemanggilannya masih sebagai saksi. Ini ada unsur perampasan kemerdekaan seseorang," tukasnya menambahkan.

Selain itu ia juga menyayangkan tindakan KPK saat melakukan penahanan yang melarang OCK untuk bertemu dengan kuasa hukum, keluarga, serta menyita telepon genggam pengacara tersebut.

KPK resmi menahan OCK pada 14 Juli 2015 terkait kasus dugaan tindakan pidana korupsi di PTUN Medan, Sumatera Utara, setelah dilakukan penjemputan paksa di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.

Penahanan tersebut dilakukan KPK usai melakukan pemeriksaan terhadap OCK selama kurang lebih lima jam sejak pukul 15.50 WIB hingga pukul 21.00 WIB, dan selanjutnya KPK membawa OCK ke Rutan KPK cabang Pomdam Guntur, Jakarta.

Penahanan tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK di kantor OCK dan menemukan petunjuk yang mengarah pada keterlibatan pengacara tersebut pada kasus di PTUN Medan.