AS iming-imingi bonus 15.000 dolar bagi pilot pesawat nirawak
17 Juli 2015 07:41 WIB
Pesawat nirawak Condor Aerial Maveric atau drone yang diyakini akan digunakan oleh Pengendali Nyamuk Distrik Florida Keys pada Agustus ini terlihat pada gambar yang diberikan Condor Aerial. Dinas Florida Keys ditugaskan mengendalikan rantai nyamuk di teluk pulau kemungkinan menjadi negara bagian pertama yang menggunakan drone untuk menemukan wilayah pembiakan terpencil sebagai upaya untuk membasmi serangga tersebut. (REUTERS/Condor Aerial/Handout via Reuters)
Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat (AS) mengiming-imingi bonus tahunan sebesar 15.000 dolar, atau setara dengan Rp195 juta (1 dolar AS = Rp13.000), kepada pilot pesawat nirawak (drone), kata Angkata Udara AS--sebagai bagian dari upaya mengatasi "kekurangan kritis" tenaga manusia di bidang pekerjaan tersebut.
Pesawat tak berawak (drone) adalah bagian penting dalam senjata tempur Washington dalam pertempuran melawan ekstrimis di luar negeri, menjatuhkan beberapa target utama di berbagai negara mulai dari Yaman hingga perbatasan Afghanistan dan Pakistan yang dilanda kekacauan.
Meski demikian, pejabat AS prihatin dengan jumlah pilot yang menerbangkan pesawat tak berawak (RPA), dan tekanan fisik serta mental mereka yang memilih untuk berhenti menjadi pilot.
Sembari menawarkan bonus tahunan sebesar 15.000 dolar kepada pilot yang berpengalaman lima dan sembilan tahun pada 2016, Angkatan Udara AS juga berinvestasi 100 juta dolar untuk membeli lebih banyak stasiun kendali di darat, simulator, dan instruktur, sebagai bagian dari proses rekrutmen.
Investasi ini juga meliputi rekrutmen 80 pilot baru dalam tempo 12 bulan ke depan.
"Ini adalah kondisi global yang komplek, selalu membutuhkan pilot RPA," kata Sekretaris Angkatan Udara AS, Deborah Lee James.
"Pilot-pilot hebat kita telah sukses melaksanakan program (MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper). Saat ini kita dalam situasi di mana bila kita tidak melakukan tindakan langsung menambah sumber daya secara memadai, maka konsekuensinya akan sangat buruk," demikian Lee James.
Pesawat tak berawak (drone) adalah bagian penting dalam senjata tempur Washington dalam pertempuran melawan ekstrimis di luar negeri, menjatuhkan beberapa target utama di berbagai negara mulai dari Yaman hingga perbatasan Afghanistan dan Pakistan yang dilanda kekacauan.
Meski demikian, pejabat AS prihatin dengan jumlah pilot yang menerbangkan pesawat tak berawak (RPA), dan tekanan fisik serta mental mereka yang memilih untuk berhenti menjadi pilot.
Sembari menawarkan bonus tahunan sebesar 15.000 dolar kepada pilot yang berpengalaman lima dan sembilan tahun pada 2016, Angkatan Udara AS juga berinvestasi 100 juta dolar untuk membeli lebih banyak stasiun kendali di darat, simulator, dan instruktur, sebagai bagian dari proses rekrutmen.
Investasi ini juga meliputi rekrutmen 80 pilot baru dalam tempo 12 bulan ke depan.
"Ini adalah kondisi global yang komplek, selalu membutuhkan pilot RPA," kata Sekretaris Angkatan Udara AS, Deborah Lee James.
"Pilot-pilot hebat kita telah sukses melaksanakan program (MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper). Saat ini kita dalam situasi di mana bila kita tidak melakukan tindakan langsung menambah sumber daya secara memadai, maka konsekuensinya akan sangat buruk," demikian Lee James.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: