Jakarta (ANTARA News) - Kiprah penyanyi solo berperan besar dalam perjalan musik pop religi Indonesia setelah kesuksesan grup pop religi Bimbo hingga solois Haddad Alwi dan Opick yang musiknya selalu terdengar di bulan Ramadhan.

Berkembangnya penyanyi solo pop Indonesia terjadi pada era 80-an ketika terjadi kebosanan terhadap lagu-lagu pop milik grup Koes Plus, Panbers, D'lloyd, dan Mercy yang dianggap terlalu mendayu-dayu.

Dalam buku 100 Tahun Musik Indonesia, Denny Sakrie, menjelaskan tahun 1980 menjadi tonggak munculnya "pop kreatif" sebagai pembeda sekaligus kritik atas musik pop mendayu-dayu yang diusung generasi Koes bersaudara, Rinto Harahap, dan Obbie Messakh.

Lantas apa kaitannya solois pop kreatif dengan pop religi?

Pop kreatif pada kemunculannya langsung melahirkan penyanyi legendaris seperti Fariz RM, Dian Pramana Putra, Utha Likumahuwa, Iwan Fals, Trie Utami, Chrisye, dan Ebiet G Ade yang mampu menggabungkan jazz, fusion, folk, dan balada menjadi musik yang mudah dicerna telinga masyarakat.

Sebagian dari para solois ini pun menyelipkan tembang-tembang pop religi pada album musik mereka.

"Jangan lupa, setelah masanya Bimbo, ada Ebiet yang juga menulis lagu religi. Ada juga Trie Utami dan Chrisye yang menyanyikan lagu pop religi dengan sangat menyentuh," kata Bens Leo pengamat musik Indonesia di Jakarta, Selasa (14/7).

Tembang "Berita Kepada Kawan" yang diciptakan Ebiet G Ade pada 1979 menjadi salah satu lagu pop religi yang bernuansa sosial dengan balutan musik akustik tanpa ada unsur nada Timur Tengah.

"Roda jaman menggilas kita terseret tertatih-tatih. Sungguh hidup terus diburu berpacu dengan waktu. Tak ada yang dapat menolong selain yang di sana. Tak ada yang dapat membantu selain yang di sana. Dialah Tuhan...Dialah Tuhan," demikian petikan syair Menjaring Matahari milik Ebiet yang dirilis pada 1987.

"Lagu-lagu Ebiet banyak yang bertema religi. Namun kelebihan Ebiet lagunya tidak terikat waktu Ramadhan dan lebaran saja. Setiap ada masalah kemanusiaan kemudian lagu Ebiet diputar di banyak media," kata Bens.

Jika Bimbo memainkan musik pop dengan nuansa Flamenco, musik Andalusia yang menjadi budaya Spanyol, Ebiet G Ade menyanyikan syair religi dan kemanusiaan diiringi musik folk yang didominasi petikan gitar akustik dan gesekan biola sehingga lagunya mampu memikat kalangan dewasa dan juga kaum pelajar.

Selain Ebiet, Chrisye merupakan solois yang pernah melantunkan pop religi dengan gayanya sendiri seperti pada lagu "Ketika Tangan dan Kaki Berkata" yang ditulis penyair Taufiq Ismail.

Chrisye yang meninggal pada 2007 menjadi salah satu solois legendaris Indonesia karena dedikasinya pada musik Indonesia sejak 1969 hingga akhir hayatnya. Ia mampu menginterpretasikan syair cinta maupun religi menjadi lagu dengan karakter vokal khas Chrisye yang tinggi, panjang, dan lembut.

Sejarah juga mencatat nama Ita Purnamasari, Trie Utami dan Novia Kolopaking sebagai penyanyi wanita solo yang ikut meramaikan industri musik pop religi.

"Serahkanlah hidup dan matimu. Serahkanlah pada Allah semata. Serahkanlah duka gembiramu. Agar damai senantiasa hatimu," petikan syair Dengan Menyebut Nama Allah yang dipopulerkan Novia Kolopaking pada akhir 1989.

Bens Leo berpendapat sejumlah penyanyi solo tersebut tidak merilis lagu religi dalam satu album, melainkan berupa single atau lagu religi yang dimasukkan dalam album umum mereka.

"Pop religi sejak awal kemunculannya tidak diproduksi untuk satu album rekaman. Tapi dalam satu album terdapat sejumlah lagu pop dan pop religi," kata Bens.

Hal itu dikatakannya sebagai cara industri musik untuk menyiasati periode penjualan lagu religi dalam waktu yang singkat, yaitu menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.

"Musik religi dibatasi waktu dua bulan. Satu bulan sebelum lebaran dan satu bulan setelahnya, habis itu selesai masanya dan berulang di tahun depan," kata Bens.

Haddad Alwi mengukir sejarah

Berbeda dengan Bimbo, Koes Plus, dan Ebiet yang memasukkan lagu religi satu paket dengan lagu pop umum dalam satu album dengan balutan harmonisasi nada yang universal atau tidak bernuansa timur tengah.

Haddad Alwi berani mengeluarkan satu album bertema religi secara penuh dengan iringan musik yang kental irama nasyid dengan mayoritas lagu berbahasa arab.

Haddad Alwi kemudian mencetak sejarah menjadi penyanyi solo dengan penjualan kaset terlaris di Indonesia lewat album Cinta Rasul pada 1999.

"Yang pasti sangat fenomenal adalah kemunculan Haddad Alwi dengan angka penjualan mencapai 2,5 juta kopi ketika berduet bersama Sulis di album Cinta Rasul," kata Bens Leo.

Bens Leo yang pernah mewawancarai Haddad Alwi mengkisahkan bahwa pria asal Surakarta itu sebenarnya tidak sengaja terjun ke dunia musik religi.

"Saya pernah wawancarai Haddad, katanya dia tidak sengaja terjun ke musik Islami karena Haddad ke Jakarta hanya untuk bekerja biasa," kata Bens Leo.

"Namun ada seseorang yang mendengar suara Haddad yang memang gemar menyanyikan lagu Islami kemudian dibawa ke dapur rekaman," katanya.

Bens mengatakan album Cinta Rasul Haddad Alwi menjadi titik puncak kesuksesan musik religi di Indonesia yang tidak pernah terulang lagi di tahun-tahun berikutnya.

"Pada saat itulah pasar penjualan fisik kaset sangat bagus (1999-2005), kemudian perlahan turun sejalan dengan munculnya musik digital yang bisa diunduh," ujar Bens.

Kesuksesan Haddad Alwi menandakan musik religi bisa dibangun dengan identitas Islami yang kuat tercermin dari syair dan musik yang bisa diterima mayoritas masyarakat Indonesia.

"Lagu-lagu Haddad bersama Sulis akan tetap diingat, tapi Bimbo akan tetap dianggap pionir pop religi di mata masyarakat kita," ujarnya.

Tetap bertahan

Menurunnya penjualan fisik kaset dengan munculnya musik digital bukan berarti mematikan industri pop religi.

Setelah Haddad Alwi melewati "jaman keemasan" musik religi, pada 2005 Aunur Rofiq Lil Firdaus atau Opick terjun ke dunia musik religi lewat album bertajuk Istighfar.

Opick pernah menjadi musisi rock balada sebelum merilis album Istighfar yang berkolaborasi dengan Almarhum Jeffry Al Buchori dalam lagu Ya Robbana, dan Gito Rollies di lagu Cukup Bagiku.

Kendati musik digital kian berkembang, Opick yang mencetak penjualan album Istighfar hingga ratusan ribu kopi mampu menghasilkan 11 album sejak 2005 hingga 2015.

Bens menilai kebertahanan musik religi Opick dan Haddad Alwi dikarenakan kekuatan syair yang sangat Islami dan musik yang sederhana.

"Musik religi memiliki kekuatan yang besar di Indonesia. Pesan moralnya begitu kuat pada syair, musik iringannya pun tidak terlalu berlebihan," katanya.

Besarnya potensi pasar pada musik religi membuat perusahaan rekaman mengeluarkan lagu-lagu religi dalam berupa single di setiap menjelang Ramadhan.

Afgan, Sahrul Gunawan, Gita Gutawa, Rossa, Fatin Shidqia, Acha Septriasa dan Irwansyah, serta masih banyak penyanyi solo yang pernah mengeluarkan lagu pop religi.

Sementara itu Wali, Ungu, Gigi, Nidji, d’Masiv, dan Geisha juga ikut meramaikan industri musik pop religi baik lewat single atau album.

Namun dari sekian banyak musisi yang pernah terjun ke dunia musik religi hanya yang memiliki karakter kuat yang akan tetap sukses membawakan pop religi.

"Hanya musisi berkarakter kuat yang sukses menyanyikan lagu religi dan diterima baik oleh masyarakat dengan ciri khasnya, baik itu musik Timur Tengah, rock, maupun pop modern," kata Bens Leo mengacu pada Bimbo, Haddad Alwi, Gigi dan Ungu.