Perilaku berlalu lintas buruk sebabkan kecelakaan di Tol Cipali
16 Juli 2015 09:25 WIB
Antrean Panjang Tol Cipali Ratusan kendaraan pemudik mengantre di gerbang tol Cikopo-Palimanan (Cipali), Purwakarta, Jawa Barat, Minggu (12/7/15). H-5 Lebaran gerbang tol Cipali sudah dipadati dengan antrean panjang pemudik hingga KM 72 atau mencapai gerbang tol Cikampek. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) ()
Jakarta (ANTARA News) - Sebagai jalur alternatif mudik 2015, Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) terus saja memakan korban, salah satu penyebabnya perilaku berlalu lintas yang buruk, kata seorang pengamat kebijakan.
Hingga H-2 pada Rabu (15/7), Pos Pengamanan Tol Cipali mencatat 16 kasus kecelakaan lalu lintas (laka lantas) terjadi di ruas jalan itu sejak tujuh hari jelang (H-7) Lebaran.
Meski hanya ada sembilan korban luka ringan dan kerugian diperkirakan senilai Rp228 juta jelang Lebaran, namun pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, di Jakarta, Rabu (15/7) mengingatkan agar masyarakat Indonesia memperbaiki perilaku berlalu lintas-nya, terutama saat berkendara di jalan tol.
Agus menilai, buruknya perilaku berlalu lintas masyarakat disebabkan oleh sistem memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) yang tidak benar.
"Hampir semua pengemudi di Indonesia mendapat SIM-nya dengan cara beli atau dibuat secara kolektif tanpa melalui proses pemahaman yang benar, jadi mereka tidak paham rambu. Tidak bisa membedakan menyetir di jalanan biasa dan jalan tol," katanya.
Jalan Tol CIpali sepanjang 116 kilo meter yang berstruktur panjang dan lurus itu, menurut Agus merupakan hal baru bagi masyarakat Indonesia.
"Menurut aturan keselamatan, setiap tiga jam sekali pengemudi harusnya beristirahat, tapi seringnya orang kita sok tahu jadi dipikir masih kuat, jadi terus saja."
"Akibat SIM beli, pengendara juga tak paham kalau menyusul itu harus dari kiri bukan kanan, masalahnya di Indonesia banyak truk yang sudah tua yang kecepatannya tidak bisa lebih dari 60 kilo meter per jam, sementara tol itu cuma dua jalur dan karena kita tahunya tol itu bebas hambatan maka cenderung gas pol. Menyusul dari bahu jalan juga sering terjadi, padahal itu kan untuk emergency stop," kata Agus.
Penegakkan hukum di Indonesia pun menurut agus masih kurang. "Di negara lain, kalau ada yang berhenti di bahu jalan SIM-nya dicabut, untuk mendapat SIM harus ujian, ada proses menghafal dan sebagainya tidak seperti di kita bayar Rp500.000 beres."
Hingga H-2 pada Rabu (15/7), Pos Pengamanan Tol Cipali mencatat 16 kasus kecelakaan lalu lintas (laka lantas) terjadi di ruas jalan itu sejak tujuh hari jelang (H-7) Lebaran.
Meski hanya ada sembilan korban luka ringan dan kerugian diperkirakan senilai Rp228 juta jelang Lebaran, namun pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, di Jakarta, Rabu (15/7) mengingatkan agar masyarakat Indonesia memperbaiki perilaku berlalu lintas-nya, terutama saat berkendara di jalan tol.
Agus menilai, buruknya perilaku berlalu lintas masyarakat disebabkan oleh sistem memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) yang tidak benar.
"Hampir semua pengemudi di Indonesia mendapat SIM-nya dengan cara beli atau dibuat secara kolektif tanpa melalui proses pemahaman yang benar, jadi mereka tidak paham rambu. Tidak bisa membedakan menyetir di jalanan biasa dan jalan tol," katanya.
Jalan Tol CIpali sepanjang 116 kilo meter yang berstruktur panjang dan lurus itu, menurut Agus merupakan hal baru bagi masyarakat Indonesia.
"Menurut aturan keselamatan, setiap tiga jam sekali pengemudi harusnya beristirahat, tapi seringnya orang kita sok tahu jadi dipikir masih kuat, jadi terus saja."
"Akibat SIM beli, pengendara juga tak paham kalau menyusul itu harus dari kiri bukan kanan, masalahnya di Indonesia banyak truk yang sudah tua yang kecepatannya tidak bisa lebih dari 60 kilo meter per jam, sementara tol itu cuma dua jalur dan karena kita tahunya tol itu bebas hambatan maka cenderung gas pol. Menyusul dari bahu jalan juga sering terjadi, padahal itu kan untuk emergency stop," kata Agus.
Penegakkan hukum di Indonesia pun menurut agus masih kurang. "Di negara lain, kalau ada yang berhenti di bahu jalan SIM-nya dicabut, untuk mendapat SIM harus ujian, ada proses menghafal dan sebagainya tidak seperti di kita bayar Rp500.000 beres."
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: