Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) menganggap wajar bila seorang tersangka berupaya untuk menutupi kesalahannya dengan menyembunyikan barang bukti.

"Pasti. Setiap orang pasti berusaha menutupi kesalahan yang dibuatnya. Buat kami biasa saja. Nothing to worry-lah. Kami merasa punya cukup alat bukti, tinggal kami lengkapi," kata Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki di Gedung KPK Jakarta, Rabu.

Pernyataan Ruki itu disampaikan terkait dengan dugaan penyembunyian sejumlah barang bukti yang dilakukan oleh pengacara OC Kaligis dari kantor hukumnya saat penggeledahan dilakukan oleh KPK pada Senin (13/7), sehingga ia tidak membantah penyembunyian tersebut terjadi.

"Kemungkinan itu terjadi, tapi saya kira masih banyak cara, karena tempat penggeledahan bukan hanya kantor, tapi juga tempat lain diketemukan barang bukti, mau dipindahkan ke mana bisa kita telusuri kemudian," ujar Ruki.

Penggeledahan itu dilakukan terkait dengan penetapan OC Kaligis sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang juga melibatkan anak buah Kaligis bernama M Yagari Bhastara alias Gerry.

Saat akan masuk ke kantor Kaligis di Jalan Majapahit Jakarta Pusat, penyidik awalnya tidak bisa masuk dan harus menunggu hingga dua jam di depan kantor karena kantor tersebut terkunci rapat, selanjutnya mereka juga harus menjalani negosiasi alot sekitar satu jam dengan perwakilan kantor Aldila Wargana, baru diperbolehkan masuk.

"Oleh karena itu, kami sudah berani melakukan langkah penahanan, penangkapan, karena sudah merasa cukup alat bukti," tambah Ruki.

KPK menyangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana terhadap OC Kaligis.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

KPK sudah menggeledah kantor hukum OC Kaligis di Jalan Majapahit Jakarta Pusat pada Senin (13/7). Ia selanjutnya dijemput dari Hotel Borobudur pada Selasa (14/7) setelah tidak memenuhi panggilan sebagai saksi pada Senin.

KPK sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara dari kantor OC Kaligis bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.

Kelimanya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan pada 9 Juli 2015 dan mengamankan uang 15 ribu dolar AS (sekitar Rp195 juta) dan 5 ribu dolar Singapura (sekitar Rp45 juta) di kantor Tripeni.

Tindak pidana korupsi itu terkait dengan gugatan ke PTUN Medan yang dilakukan oleh mantan Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis atas terbitnya sprinlidik (surat perintah penyelidikan) dalam perkara penyalahgunaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 2012, 2013 dan 2014.

Terhadap sprinlidik tersebut, pemerintah provinsi Sumatera Utara pun mengajukan gugatan ke PTUN Medan dengan pemerintah provinsi menunjuk Gerry sebagai pengacara untuk melakukan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terkait dengan UU No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang.

Dalam putusannya, hakim Tripeni dan rekan menyatakan permintaan keterangan oleh jaksa kepada Fuad Lubis ada unsur penyalahgunaan kewenangan.