Magelang (ANTARA News) - Bentara Budaya Yogyakarta, lembaga budaya yang dikelola Kelompok Kompas-Gramedia, menggelar pameran fotografi analog bertajuk "Kokang Jepret" bekerja sama dengan Komunitas Kamera Analog "Analogy" Yogyakarta pada 10-14 Juli 2015.

Koordinator BBY Hermanu dalam keterangan tertulis yang diterima di Magelang, Kamis, mengatakan dalam rangkaian pameran itu, juga ditandai dengan lokakarya fotografi diselenggarakan oleh komunitas tersebut.

Pembukaan pameran tersebut, antara lain ditandai dengan pidato oleh anggota komunitas, antara lain Alva Christo Y. W. dan Alwan Brilian D.

Pameran sebanyak 100 foto analog, baik cetak hitam-putih maupun warna itu karya Alva Christo Y.W., Alwan Brilian D. M. Aditya Haryawan, Sheila N.B. Fitrana Amalia H., Nurrizky Imani, Romy Kurniawan A.M., Kavca Dio S., Faris A.A.F., Indira Dania S., Kartika Amandha, Lila Kirana, Ardha Vashti, dan Daffa Dzaky.

Hermanu mengatakan seiring dengan perkembangan teknologi pada era kesejagatan, kamera analog dan rol film seluloid sudah mulai diabaikan sehingga penggunanya semakin sedikit dan selalu berkurang.

Sebagai beberapa dari sedikit pengguna kamera analog di Yogyakarta, kata, komunitas tersebut menggelar pameran karya fotografi mereka dengan kategori "Street Photography".

Ia menjelaskan tentang pengertian "Kokang Jepret" yang merupakan istilah sering dipakai dalam menggunakan kamera analog.

"Untuk menggunakan kamera analog, perpindahan frame film di dalam kamera diawali dari kokang,, lalu setelah kamera dikokang, maka kamera bisa digunakan untuk mengambil gambar, yang biasanya disebut dengan istilah jepret," katanya.

Istilah "Kokang Jepret", katanya, familiar dan esensial dalam fotografi analog.

Alva Christo mengatakan "Street Photography" merupakan kategori yang populer dalam dunia fotografi.

Banyak sekali, katanya, fotografer yang mengusung "Street Photography" sebagai kategori dan tema foto itu, seperti Vivian Maier, Steve McCurry, bahkan Tompi.

Ia mengatakan tentang tema fotografi "Street Photography" yang kebanyakan mengangkat tentang kemanusiaan, aktivitas sehari-hari, dan gaya hidup manusia.

"Pemotret dituntut untuk peka terhadap lingkungan di sekitarnya, karena dalam aktivitas sehari-hari menemukan aspek-aspek yang tidak lepas dari Street Photography," katanya.

Ia mengatakan pameran tersebut ingin mengangkat kembali eksistensi kamera analog dengan menunjukkan kepada para peminat fotograf, khususnya kawula muda di Yogyakarta.

"Bahwa hasil foto dari kamera analog sangatlah real' dan menyimpan banyak makna yang tidak bisa didapat dari teknologi fotogarafi instan yang saat ini sedang marak-maraknya," katanya.