Mendag revisi ketentuan umum impor
3 Juli 2015 19:38 WIB
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel saat melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor, yang di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (07/03). (ANTARA News/HO)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Rachmat Gobel merevisi aturan terkait importasi barang yang dibatasi dimana para importir harus memiliki izin impor terlebih dahulu sebelum barang tersebut tiba di pelabuhan Indonesia untuk mengurangi waktu proses bongkar muat barang hingga keluar pelabuhan (dwelling time).
"Untuk impor barang yang dibatasi, importir harus memiliki izin impor terlebih dahulu sebelum barang tiba," kata Rachmat saat melakukan Sosialisasi Ketentuan Umum di Bidang Impor, di Jakarta, Jumat.
Rachmat mengatakan, kondisi saat ini banyak importir yang memandang sebelah mata terkait proses perizinan sehingga menimbulkan masalah "dwelling time" yang cukup lama khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok.
Peraturan Menteri Perdagangan No 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor, pada pasal tujuh disebutkan bahwa importir wajib memiliki perizinan impor atas barang yang dibatasi sebelum barang masuk ke dalam daerah pabean,
Dalam peraturan yang lama, importir hanya diwajibkan untuk memiliki izin impor saja tanpa ada penegasan bahwa izin tersebut harus dikantongi sebelum barang masuk ke dalam daerah pabean.
Pada praktiknya, saat ini para importir mendatangkan terlebih dahulu barang yang diimpor untuk masuk ke pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Setelah barang tersebut berada di wilayah pelabuhan, importir baru melakukan pengurusan izin sehingga barang tersebut tidak bisa langsung keluar pelabuhan dan menyebabkan waktu "dwelling time" memanjang.
Selain itu, sebelum melakukan impor, importir juga wajib mengetahui peraturan perundang-undangan di bidang impor yang berlaku di Indonesia.
"Banyak pelaku impor merasa menggampangkan, hal tersebut menciptakan masalah dwelling time. Oleh karena itu hal tersebut kita benahi untuk memberikan pelayanan yang lebih baik," kata Rachmat.
Rachmat menjelaskan, pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Bea Cukai agar barang impor yang belum memiliki izin impor tidak boleh diturunkan di wilayah pelabuhan dan harus tetap berada di dalam kapal. Aturan tersebut mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2016 mendatang.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan, menyatakan bahwa berdasarkan pengelompokan barang impor terbagi menjadi tiga yakni barang bebas, barang yang dibatasi, dan barang yang dilarang.
"Impor barang harus ada izin sebelum barang masuk. Kemarin masuk dahulu," ujar Partogi.
Partogi menjelaskan, apabila didapati importir tidak memiliki perizinan impor pada saat barang yang diimpor masuk ke dalam daerah pabean, maka akan dikenai sanksi berupa pembekuan Angka Pengenal Importir (API) dan juga sanksi lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
"Sebelum impor harus ada dahulu (izin impor), jika memang tidak ada akan dibekukan API-nya," ujar Partogi.
Ketua II Bidang Perdagangan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi), Erwin Taufan, mengatakan bahwa permasalahan dwelling time tersebut sudah terjadi sejak lama.
"Masalah dwelling time itu sudah ada sejak dulu. Sebanyak 18 kementerian itu harus bersinergi. Dan aturan yang baru ini harus benar-benar dijalankan atau tidak oleh para importir. Jika tidak diawasi oleh pemerintah, pasti akan lari dari koridornya," ujar Erwin.
"Untuk impor barang yang dibatasi, importir harus memiliki izin impor terlebih dahulu sebelum barang tiba," kata Rachmat saat melakukan Sosialisasi Ketentuan Umum di Bidang Impor, di Jakarta, Jumat.
Rachmat mengatakan, kondisi saat ini banyak importir yang memandang sebelah mata terkait proses perizinan sehingga menimbulkan masalah "dwelling time" yang cukup lama khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok.
Peraturan Menteri Perdagangan No 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor, pada pasal tujuh disebutkan bahwa importir wajib memiliki perizinan impor atas barang yang dibatasi sebelum barang masuk ke dalam daerah pabean,
Dalam peraturan yang lama, importir hanya diwajibkan untuk memiliki izin impor saja tanpa ada penegasan bahwa izin tersebut harus dikantongi sebelum barang masuk ke dalam daerah pabean.
Pada praktiknya, saat ini para importir mendatangkan terlebih dahulu barang yang diimpor untuk masuk ke pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Setelah barang tersebut berada di wilayah pelabuhan, importir baru melakukan pengurusan izin sehingga barang tersebut tidak bisa langsung keluar pelabuhan dan menyebabkan waktu "dwelling time" memanjang.
Selain itu, sebelum melakukan impor, importir juga wajib mengetahui peraturan perundang-undangan di bidang impor yang berlaku di Indonesia.
"Banyak pelaku impor merasa menggampangkan, hal tersebut menciptakan masalah dwelling time. Oleh karena itu hal tersebut kita benahi untuk memberikan pelayanan yang lebih baik," kata Rachmat.
Rachmat menjelaskan, pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Bea Cukai agar barang impor yang belum memiliki izin impor tidak boleh diturunkan di wilayah pelabuhan dan harus tetap berada di dalam kapal. Aturan tersebut mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2016 mendatang.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan, menyatakan bahwa berdasarkan pengelompokan barang impor terbagi menjadi tiga yakni barang bebas, barang yang dibatasi, dan barang yang dilarang.
"Impor barang harus ada izin sebelum barang masuk. Kemarin masuk dahulu," ujar Partogi.
Partogi menjelaskan, apabila didapati importir tidak memiliki perizinan impor pada saat barang yang diimpor masuk ke dalam daerah pabean, maka akan dikenai sanksi berupa pembekuan Angka Pengenal Importir (API) dan juga sanksi lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
"Sebelum impor harus ada dahulu (izin impor), jika memang tidak ada akan dibekukan API-nya," ujar Partogi.
Ketua II Bidang Perdagangan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi), Erwin Taufan, mengatakan bahwa permasalahan dwelling time tersebut sudah terjadi sejak lama.
"Masalah dwelling time itu sudah ada sejak dulu. Sebanyak 18 kementerian itu harus bersinergi. Dan aturan yang baru ini harus benar-benar dijalankan atau tidak oleh para importir. Jika tidak diawasi oleh pemerintah, pasti akan lari dari koridornya," ujar Erwin.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: