Pinjaman asing tidak hanya untuk proyek infrastruktur
2 Juli 2015 21:39 WIB
ilustrasi Proyek Infrastruktur Pipa Gas Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan pipa gas open access baru di Matering Station Pertamina Gas (Pertagas) di Kawasan Industri Medan (KIM), Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara, Rabu (24/6). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta (ANTARA News) - Daftar proyek dan program pemerintah yang didanai pinjaman dan hibah luar negeri, atau yang tertera dalam "Blue Book" 2015--2019, tidak seluruhnya untuk pembangunan infrastruktur.
Terdapat proyek dan program sosial dengan kebutuhan pembiayaan senilai tiga hingga empat miliar dolar AS yang memang menjadi prioritas pemerintah dan masuk dalam "Blue Book".
"Sisanya memang terdapat proyek atau program seperti proyek pendidikan, dan program sosial lainnya," kata Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Wismana Adi Suryabrata di Jakarta, Kamis malam.
Wismana belum merinci masing-masing proyek dalam "Blue Book" tersebut. Namun, memang mayoritas proyek yang didanai pinjaman asing tersebut merupakan proyek-proyek infrastruktur senilai 35 miliar dolar AS.
Mayoritas proyek infrastruktur tersebut akan ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sebelumnya, pemerintah memastikan telah merampungkan daftar proyek dan program yang direncanakan akan didanai pinjaman dan hibah luar negeri atau dikenal sebagai "Blue Book" periode 2015--2019.
Total nilai dari proyek-proyek yang akan didanai pinjaman luar negeri itu mencapai 38 miliar dolar AS. Namun, angka tersebut merupakan angka plafon dari ketersediaan proyek-proyek untuk disalurkan pinjaman atau hibah luar negeri.
Pemerintah juga memiliki target dalam menyerap pinjaman luar negeri tersebut untuk menjaga risiko fiskal. Wismana mengatakan pemerintah ingin menyerap pinjaman itu setiap tahunnya maksimal lima miliar dolar AS.
Pemerintah juga akan selektif memilih mitra asing, baik multilateral ataupun bilateral, yang akan mendanai proyek dalam Blue Book tersebut.
"Akan ada syarat dan ketentuan, agar tidak membebani," kata dia.
Beberapa lembaga multilateral yang sudah menawarkan pinjaman untuk mengeksekusi proyek itu adalah Bank Dunia, Asian Development Bank, dan Islamic Development Bank.
"Bank Dunia memberi tawaran terbesar," kata dia.
Secara terpisah, Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi menekankan pemerintah harus mengutamakan implementasi dan keberlangsungan proyek-proyek tersebut.
Melihat dari sumber pembiayaan, Eric menilai pinjaman multilateral akan lebih aman karena memiliki jangka waktu pengembalian yang lebih lama dan bunga yang kompetitif.
"Namun, pemerintah juga harus memastikan agar tidak ada syarat dan ketentuan yang memberatkan pemerintah ketika menerima pinjaman," kata dia.
Terdapat proyek dan program sosial dengan kebutuhan pembiayaan senilai tiga hingga empat miliar dolar AS yang memang menjadi prioritas pemerintah dan masuk dalam "Blue Book".
"Sisanya memang terdapat proyek atau program seperti proyek pendidikan, dan program sosial lainnya," kata Deputi Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Wismana Adi Suryabrata di Jakarta, Kamis malam.
Wismana belum merinci masing-masing proyek dalam "Blue Book" tersebut. Namun, memang mayoritas proyek yang didanai pinjaman asing tersebut merupakan proyek-proyek infrastruktur senilai 35 miliar dolar AS.
Mayoritas proyek infrastruktur tersebut akan ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sebelumnya, pemerintah memastikan telah merampungkan daftar proyek dan program yang direncanakan akan didanai pinjaman dan hibah luar negeri atau dikenal sebagai "Blue Book" periode 2015--2019.
Total nilai dari proyek-proyek yang akan didanai pinjaman luar negeri itu mencapai 38 miliar dolar AS. Namun, angka tersebut merupakan angka plafon dari ketersediaan proyek-proyek untuk disalurkan pinjaman atau hibah luar negeri.
Pemerintah juga memiliki target dalam menyerap pinjaman luar negeri tersebut untuk menjaga risiko fiskal. Wismana mengatakan pemerintah ingin menyerap pinjaman itu setiap tahunnya maksimal lima miliar dolar AS.
Pemerintah juga akan selektif memilih mitra asing, baik multilateral ataupun bilateral, yang akan mendanai proyek dalam Blue Book tersebut.
"Akan ada syarat dan ketentuan, agar tidak membebani," kata dia.
Beberapa lembaga multilateral yang sudah menawarkan pinjaman untuk mengeksekusi proyek itu adalah Bank Dunia, Asian Development Bank, dan Islamic Development Bank.
"Bank Dunia memberi tawaran terbesar," kata dia.
Secara terpisah, Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi menekankan pemerintah harus mengutamakan implementasi dan keberlangsungan proyek-proyek tersebut.
Melihat dari sumber pembiayaan, Eric menilai pinjaman multilateral akan lebih aman karena memiliki jangka waktu pengembalian yang lebih lama dan bunga yang kompetitif.
"Namun, pemerintah juga harus memastikan agar tidak ada syarat dan ketentuan yang memberatkan pemerintah ketika menerima pinjaman," kata dia.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: