Madiun (ANTARA News) - Jumlah produksi brem yang merupakan makanan khas Kabupaten Madiun, Jawa Timur, di wilayah itu meningkat signifikan saat menjelang Lebaran.

Seperti yang dialami oleh para perajin yang berada di sentra industri rumah tangga brem yang terdapat di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan, dan Desa Bacong, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun.

"Permintaan brem saat Ramadhan dan Lebaran selalu naik setiap tahunnya. Diperkirakan kenaikannya hingga lima kali lipat dari hari biasa," ujar Jairan, seorang perajin brem di Desa Kaliabu, Kamis.

Menurut dia, pada hari biasa ia memproduksi 1.000 bungkus. Akan tetapi, sejak awal Ramadhan hingga Lebaran tahun 2015 nanti, ia bisa memproduksi hingga sebanyak 5.000 bungkus per hari.

Brem-brem itu merupakan pesanan dari sejumlah toko oleh-oleh yang ada di wilayah Kota dan Kabupaten Madiun. Selain itu, juga pesanan dari luar kota seperti Ngawi, Kediri, Nganjuk, dan Jombang.

Meski pesanan sedang tinggi, namun masih terdapat kendala yang dihadapi oleh para perajin. Yakni ketersediaan bahan baku baku brem, berupa sari tape beras ketan.

"Kami terkendala pembuatan bahan. Sebelum dijadikan brem, beras ketan itu kami jadikan sari tape terlebih dahulu," ungkapnya.

Perajin brem lainnya, Sulastri, mengatakan, masih ada sekitar 100 perajin brem yang tetap bertahan di Kabupaten Madiun. Industri rumah tangga tersebut sebagian berada di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan, dan sebagian di Desa Bancong, Kecamatan Wonoasri.

"Kami sudah membuat brem secara turun-temurun sejak zaman nenek buyut. Permintaan brem memang ramai saat menjelang Lebaran seperti sekarang ini," tutur Sulastri.

Menurut dia, pada saat seperti ini, produksi brem bisa mencapai 1 kuintal per harinya. Itu didukung dengan kondisi cuaca yang banyak sinar matahari, sehingga brem yang dicetak kotak-kotak cepat mengering.

Adapun untuk harga, brem tersebut dijual bervariasi, mulai dari Rp5.000 hingga Rp20.000 per bungkus. Tergantung dari ukuran besar dan kecilnya kotak kemasan.