Jakarta (ANTARA News) - Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki menjelaskan bahwa tahanan di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur tidak menggunakan waktu beribadah sesuai tujuannya.
"Berdasarkan laporan dari petugas jaga rutan yang sedang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap tahanan yang melaksanakan shalat berjamaah di mushola, pernah menemukan kejadian tahanan telah menyelesaikan shalat berjamaah dan mereka tidak melakukan kajian agama Islam tetapi mereka hanya tidur-tiduran di dalam mushala. Ketika petugas jaga meminta tahanan agar kembali ke ruang sel tahanan, tahanan tersebut mengatakan bahwa mereka ibadah sambil tidur-tiduran tapi petugas tetap mengatakan tahanan harus kembali ke sel karena waktu yang diberikan habis," kata Ruki dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa.
Konferensi pers itu dilakukan sebagai respon dari surat para tahanan rutan Guntur atas nama Suryadharma Ali tanggal 5 Juni 2015 perihal penistaan agama Islam. Surat itu ditujukan ke pimpinan DPR.
Berdasarkan surat itu para tahanan mengatakan bahwa cabang rutan KPK membatasi pelaksaan shalat berjamaah, petugas dinilai bertindak di luar batas karena menghina keyakinan agama Islam dan petugas juga telah melakukan pengusiran/penghentian paksa ketika tahanan sedang berdzikir, membaca Al Quran, membaca yassin dan berdiskusi mengenai masalah-masalah keagamaan.
"Tahanan di rutan Guntur telah diberi kesempatan untuk shalat jumat di ruang auditorium KPK, namun semenjak Suryadharma Ali menjadi penghuni rutan Guntur, seluruh tahanan cabang rutan Guntur tidak ada yang mau untuk melaksanakan shalat Jumat di gedung KPK. Beragam alasan disampaikan oleh para tahanan yang menyatakan bahwa mereka tidak berkenan untuk melaksanakan kegiatan ibadah shalat Jumat di gedung KPK," tambah Ruki.
Ruki juga mengungkapkan bahwa petugas rutan Guntur berasal dari lembaga pemasyarakatan dari Ditjen Pemasyarakatan yang statusnya diperbantukan oleh KPK, sehingga merupakan pekerja profesional.
"KPk sudah melakukan pemeriksaan terhadap petugas rutan Guntur, dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan suatu benetuk pelanggaran atau instruksi dari kepala cabang rutan KPK. Bahkan tidak ada unsur penistaan terhadap agama Islam seperti yang disampaikan para tahanan. Petugas jaga juga tidak pernah melakukan pengusuran atau penghentian secara paksa terhadap para tahanan yang sedang melaksanakan ibadah namun hanya mengingatkan para tahanan secara baik dan sopan bahwa waktu mereka shalat berjamaah di mushola rutan Guntur sudah selesai," ungkap Ruki.
Waktu yang diberikan untuk sholat berjamaah di rutan Guntur adalah 40 menit, alasannya pembatasan tersebut adalah pertama, pertimbangan aspek keamanan dari tahanan cabang rutan KPK karena lokasinya berada di luar rutan, kedua untuk mempermudah pengawasan rutan karena penjaga hanya 2 orang setiap bertugas jadi satu orang ke mushola dan yang satu di rutan, ketiga adalah untuk memperkecil interaksi dengan orang lain seperti anggota militer Pomdam Guntur yang juga menggunakan tempat ibadah itu.
"Waktu yang ditetapkan untuk shalat berjamaah tidak berdiri sendiri tapi berdasarkan survei ke lapas dan rutan lain dengan mempertimbangkan aspek ekamanan tahanan, mempermudah pengawaasn dan memperkecil interaksi dengan pihak luar. Sekali lagi ini sama sekali bukan kebijakan KPK tapi bersifat teknis dari Ditjen Pemasyarakatan dan tentunya pelaksanananya disesuaikan dengan kondisi masing-masing ruang tahanan," jelas Ruki.
Ruki berharap agar tidak ada penyebaran fitnah terkait agama maupun upaya penyebaran isu terkait penistaan agama agar Suryadharma mendapatkan izin penangguhan penahanan.
"Kalau persoalan minta penangguhan penahanan, seingat saya selama KPK berdiri tidak pernah berikan penangguhan kepada tahanan, tapi jangan isu-isu pelarangan dan penistaan agama jadi alasan untuk penangguhan dikabulkan," tambah Ruki.
KPK: tahanan di Guntur tidak gunakan waktu ibadah sesuai tujuan
23 Juni 2015 19:45 WIB
Plt Ketua KPK Taufiqurachman Ruki memberikan keterangan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/6/15). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: