PM Abe berjanji perbaiki hubungan dengan Korsel
22 Juni 2015 14:17 WIB
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (kanan) diperlihatkan foto sang ayah yang juga mantan menteri luar negeri Jepang Shintaro Abe yang diambil di Korea Selatan pada Juli 1984, oleh Menteri Luar Negeri Korea Selatan Yun Byung-se sebelum pembicaraan keduanya di kediaman resmi Abe di Tokyo, Senin (22/6/15).(REUTERS/Issei Kato)
Tokyo (ANTARA News) - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Senin, berjanji meningkatkan hubungan dengan Korea Selatan setelah mengalami ketegangan akibat sejarah dan sengketa wilayah yang terjadi selama bertahun-tahun.
"Saya berharap untuk bertemu Presiden (Korea Selatan) Park Guen-Hye demi seluruh masyarakat di dua negara, dan untuk meningkatkan serta mengembangkan hubungan kami," kata Abe di awal pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Yun Byung-Se.
Abe direncanakan untuk menghadiri upacara peringatan 50 tahun normalisasi ikatan diplomatik 1965 di Kedutaan Besar Korea Selatan di Tokyo pada Senin malam, sekaligus menandakan bahwa ketegangan antara dua negara mulai mereda, kata juru bicara pemerintah Jepang Yoshihide Suga.
Presiden Park juga akan menghadiri upacara serupa di Seoul, ujar Suga.
Yun, yang baru pertama kali melakukan kunjungan resmi ke Tokyo, mengadakan pembicaraan pada Minggu dengan Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida, di mana keduanya setuju untuk mengadakan pertemuan puncak "pada waktu yang tepat".
Dalam pembicaraan mereka, Yun dan Kishida "juga sepakat untuk mengadakan pertemuan menteri luar negeri secara teratur, dan juga rutin untuk saling mengunjungi masing-masing negara," kata Suga, seperti dilaporkan AFP.
Park Guen-Hye sebelumnya menyatakan tidak akan ada pertemuan dengan Shinzo Abe sampai Jepang memberikan kompensasi terhadap sistem perbudakan seks mereka pada masa perang, menyebabkan hampir 200 ribu "wanita penghibur", yang sebagian besar dari Korea Selatan, dipaksa untuk menjadi budak tentara kekaisaran Jepang.
Jepang "telah menjelaskan posisinya dalam masalah ini," kata Suga, seiring munculnya berita dari media lokal yang melaporkan bahwa tidak ada langkah nyata yang dibuat dalam pertemuan hari Minggu antara Kishida dan Yun.
Park, dalam sebuah wawancara dengan Washington Post, mengatakan bahwa "terdapat kemajuan yang cukup besar terkait isu wanita penghibur" dan kedua negara telah berada "dalam tahap akhir" dari negosiasi dalam hal tersebut.
Jepang menyatakan bahwa masalah itu telah diselesaikan pada saat perjanjian normalisasi tahun 1965, di mana Tokyo melakukan pembayaran sebesar 800 juta dollar AS dalam wujud hibah atau pinjaman kepada bekas-bekas koloninya.
Pemerintah Jepang juga telah mengeluarkan permintaan maaf resmi pada 1993, yang tetap merupakan sebuah kebijakan resmi.
Jepang dan Korea Selatan juga berselisih dalam kasus kepemilikan pulau Dokdo, yang berpenduduk sedikit dan berada di Laut Jepang (Laut Timur) serta di bawah kendali Seoul. Tokyo mengklaim pulau tersebut dengan nama Takeshima.
(Uu.R031)
"Saya berharap untuk bertemu Presiden (Korea Selatan) Park Guen-Hye demi seluruh masyarakat di dua negara, dan untuk meningkatkan serta mengembangkan hubungan kami," kata Abe di awal pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Yun Byung-Se.
Abe direncanakan untuk menghadiri upacara peringatan 50 tahun normalisasi ikatan diplomatik 1965 di Kedutaan Besar Korea Selatan di Tokyo pada Senin malam, sekaligus menandakan bahwa ketegangan antara dua negara mulai mereda, kata juru bicara pemerintah Jepang Yoshihide Suga.
Presiden Park juga akan menghadiri upacara serupa di Seoul, ujar Suga.
Yun, yang baru pertama kali melakukan kunjungan resmi ke Tokyo, mengadakan pembicaraan pada Minggu dengan Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida, di mana keduanya setuju untuk mengadakan pertemuan puncak "pada waktu yang tepat".
Dalam pembicaraan mereka, Yun dan Kishida "juga sepakat untuk mengadakan pertemuan menteri luar negeri secara teratur, dan juga rutin untuk saling mengunjungi masing-masing negara," kata Suga, seperti dilaporkan AFP.
Park Guen-Hye sebelumnya menyatakan tidak akan ada pertemuan dengan Shinzo Abe sampai Jepang memberikan kompensasi terhadap sistem perbudakan seks mereka pada masa perang, menyebabkan hampir 200 ribu "wanita penghibur", yang sebagian besar dari Korea Selatan, dipaksa untuk menjadi budak tentara kekaisaran Jepang.
Jepang "telah menjelaskan posisinya dalam masalah ini," kata Suga, seiring munculnya berita dari media lokal yang melaporkan bahwa tidak ada langkah nyata yang dibuat dalam pertemuan hari Minggu antara Kishida dan Yun.
Park, dalam sebuah wawancara dengan Washington Post, mengatakan bahwa "terdapat kemajuan yang cukup besar terkait isu wanita penghibur" dan kedua negara telah berada "dalam tahap akhir" dari negosiasi dalam hal tersebut.
Jepang menyatakan bahwa masalah itu telah diselesaikan pada saat perjanjian normalisasi tahun 1965, di mana Tokyo melakukan pembayaran sebesar 800 juta dollar AS dalam wujud hibah atau pinjaman kepada bekas-bekas koloninya.
Pemerintah Jepang juga telah mengeluarkan permintaan maaf resmi pada 1993, yang tetap merupakan sebuah kebijakan resmi.
Jepang dan Korea Selatan juga berselisih dalam kasus kepemilikan pulau Dokdo, yang berpenduduk sedikit dan berada di Laut Jepang (Laut Timur) serta di bawah kendali Seoul. Tokyo mengklaim pulau tersebut dengan nama Takeshima.
(Uu.R031)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015
Tags: