Obama: penembakan di gereja perlihatkan "hawar" rasisme
20 Juni 2015 08:17 WIB
Presiden Amerika Serikat Barack Obama (kanan) didampingi Wakil Presiden Joe Biden (kiri) saat menyampaikan belasungkawa atas insiden penembakan di gereja Afrika-Amerika di Charleston, California, yang menyebabkan sembilan orang tewas, di Gedung Putih, Washington, Kamis (18/6/15). (REUTERS/Jonathan Ernst)
San Francisco (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan penembakan massal di satu gereja warga kulit hitam di South Carolina menunjukkan bahwa "hawar" (penyakit menular) rasisme masih ada di Amerika, dan mencerca para pengkritik yang menuduhnya mempolitisasi tragedi untuk bicara lebih keras soal aturan kepemilikan senapan.
Saat berbicara dalam konferensi para wali kota Amerika Serikat, Jumat (19/6), Obama mengatakan pembunuhan sembilan orang di gereja Afrika-Amerika di Charleston menunjukkan kebutuhan akan kewaspadaan terhadap rasisme.
"Motivasi jelas penembak mengingatkan kita bahwa rasisme masih menjadi penyakit menular yang harus kita perangi bersama," kata Obama.
Dia menyebut penembakan massal sebelumnya di sebuah sekolah di Newtown, Connecticut dan bioskop di Aurora, Colorado, untuk memperdebatkan perlunya reformasi aturan kepemilikan senapan, sebuah subjek yang sangat politis di negara yang konstitusinya menjamin hak untuk memiliki senapan.
"Kita harus bisa membicarakan masalah ini dengan masyarakat tanpa menjadikan semua pemilik senapan yang taat hukum sebagai penjahat, tapi juga tidak mengesankan bahwa setiap debat mengenai ini melibatkan alur liar untuk mengambil senapan semua orang," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.
Obama mendesak pengendalian senapan lebih ketat setelah kejadian penembakan massal di sebuah sekolah di Newtown tahun 2012, tapi digagalkan oleh kekuatan politis lobi senjata dan gagal menyakinkan Kongres.
Mencatat lebih dari 11.000 orang Amerika tewas dalam tindak kekerasan menggunakan senapan pada 2013, Obama mengakui proposalnya yang gagal "tidak akan mencegah setiap aksi kekerasan" tapi setidaknya akan menghentikan beberapa di antaranya.
"Anda tidak melihat pembunuhan dalam skala ini, dengan frekuensi semacam ini, di bangsa-bangsa maju lain di Bumi," katanya.
"Setiap negara punya orang-orang bengis, penuh kebencian atau secara mental tidak stabil. Yang membedakannya adalah bahwa tidak setiap negara tenggelam dalam kemudahan mengakses senapan," katanya.
Obama mengatakan Kongres tampaknya tidak akan membahas aturan keamanan senapan dalam waktu dekat tapi dia yakin opini publik pada akhirnya akan berubah dan memaksa parlemen bertindak.
"Saya menolak menganggap ini sebagai kondisi normal baru, atau berpura-pura bahwa berduka saja sudah cukup, dan bahwa apapun yang dilakukan untuk menghentikannya bagaimanapun adalah mempolitisasi masalah," kata Obama.
Para pendukung aturan kepemilikan senapan yang lebih ketat mengajukan legislasi kurang dari dua pekan sebelum penembakan Charleston untuk mendesak pengetatan aturan lisensi pistol namun peluangnya untuk maju sangat kecil di Kongres yang dikendalikan Partai Republik.
Perwakilan Demokrat Chris Van Hollen mengatakan "Kami berharap tragedi-tragedi semacam ini pada akhirnya menembus kesadaran parlemen dan mendorong aksi."
Tapi Brian Malte, eksekutif kelompok pendukung pengendalian senapan Brady Campaign to Prevent Gun Violence, tidak banyak berharap.
"Semua yang telah dilakukan Kongres adalah menutup dengar pendapat dan pemungutan suara mengenai masalah ini," katanya.
Saat berbicara dalam konferensi para wali kota Amerika Serikat, Jumat (19/6), Obama mengatakan pembunuhan sembilan orang di gereja Afrika-Amerika di Charleston menunjukkan kebutuhan akan kewaspadaan terhadap rasisme.
"Motivasi jelas penembak mengingatkan kita bahwa rasisme masih menjadi penyakit menular yang harus kita perangi bersama," kata Obama.
Dia menyebut penembakan massal sebelumnya di sebuah sekolah di Newtown, Connecticut dan bioskop di Aurora, Colorado, untuk memperdebatkan perlunya reformasi aturan kepemilikan senapan, sebuah subjek yang sangat politis di negara yang konstitusinya menjamin hak untuk memiliki senapan.
"Kita harus bisa membicarakan masalah ini dengan masyarakat tanpa menjadikan semua pemilik senapan yang taat hukum sebagai penjahat, tapi juga tidak mengesankan bahwa setiap debat mengenai ini melibatkan alur liar untuk mengambil senapan semua orang," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.
Obama mendesak pengendalian senapan lebih ketat setelah kejadian penembakan massal di sebuah sekolah di Newtown tahun 2012, tapi digagalkan oleh kekuatan politis lobi senjata dan gagal menyakinkan Kongres.
Mencatat lebih dari 11.000 orang Amerika tewas dalam tindak kekerasan menggunakan senapan pada 2013, Obama mengakui proposalnya yang gagal "tidak akan mencegah setiap aksi kekerasan" tapi setidaknya akan menghentikan beberapa di antaranya.
"Anda tidak melihat pembunuhan dalam skala ini, dengan frekuensi semacam ini, di bangsa-bangsa maju lain di Bumi," katanya.
"Setiap negara punya orang-orang bengis, penuh kebencian atau secara mental tidak stabil. Yang membedakannya adalah bahwa tidak setiap negara tenggelam dalam kemudahan mengakses senapan," katanya.
Obama mengatakan Kongres tampaknya tidak akan membahas aturan keamanan senapan dalam waktu dekat tapi dia yakin opini publik pada akhirnya akan berubah dan memaksa parlemen bertindak.
"Saya menolak menganggap ini sebagai kondisi normal baru, atau berpura-pura bahwa berduka saja sudah cukup, dan bahwa apapun yang dilakukan untuk menghentikannya bagaimanapun adalah mempolitisasi masalah," kata Obama.
Para pendukung aturan kepemilikan senapan yang lebih ketat mengajukan legislasi kurang dari dua pekan sebelum penembakan Charleston untuk mendesak pengetatan aturan lisensi pistol namun peluangnya untuk maju sangat kecil di Kongres yang dikendalikan Partai Republik.
Perwakilan Demokrat Chris Van Hollen mengatakan "Kami berharap tragedi-tragedi semacam ini pada akhirnya menembus kesadaran parlemen dan mendorong aksi."
Tapi Brian Malte, eksekutif kelompok pendukung pengendalian senapan Brady Campaign to Prevent Gun Violence, tidak banyak berharap.
"Semua yang telah dilakukan Kongres adalah menutup dengar pendapat dan pemungutan suara mengenai masalah ini," katanya.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015
Tags: