Tanjungpinang (ANTARA News) - Partai Golkar kubu Agung Laksono menolak usulan dana aspirasi sebesar Rp11,2 triliun untuk DPR atau Rp20 miliar per anggota setiap tahun untuk keperluan pembangunan di masing-masing daerah pemilihan.

"Pekan lalu kami sudah menyatakan dengan tegas menolak DPR diberi dana aspirasi karena itu di luar wewenang mereka. Kami pertama kali menolak hal itu, kemudian diikuti Wakil Presiden Jusuf Kalla, politikus Budiman Sudjatmiko, Partai NasDem dan Hanura," kata Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono, Leo Nababan di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Jumat.

DPR hanya memiliki tugas penganggaran, legislasi dan pengawasan. DPR tidak memiliki tugas seperti pihak eksekutif sehingga tidak berhak mendapat dana aspirasi sebesar Rp11,2 triliun.

"Mereka (anggota DPR) itu bukan eksekutif. Serahkan saja penggunaan anggaran kepada pemerintah melalui kementerian-kementerian," ujarnya.

Menurut dia, penggunaan dana aspirasi akan mencederai tata kelola anggaran RI. Apalagi dana aspirasiberpotensi merugikan masyarakat dan menimbulkan permasalahan hukum karena mudah diselewengkan.

Bahkan dana aspirasi mungkin digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu, bukan kepentingan rakyat.

"Kalau dibiarkan ini bisa seperti perampokan. Ingat, ini uang rakyat, bukan uang pribadi. Mari sama-sama kita tolak dana aspiratif ini," ujarnya.

Leo menegaskan anggota DPR itu milik rakyat, bukan milik masyarakat di daerah pemilihannya masing-masing. Seluruh aspirasi rakyat, yang dibutuhkan untuk kepentingan rakyat, maka harus diperjuangkan.

"Desak pemerintah untuk merealisasikan apa yang dibutuhkan rakyat. Biar pemerintah yang bekerja, DPR mengawasinya secara intensif," tegasnya.

Dia mengaku mengetahui anggota DPR yang mengusulkan dana aspiratif tersebut. Politikus yang mengusulkan itu bukan anggota DPR yang baru.

"Yang mengusulkan itu orang-orang lama, bukan orang baru. Saya tahu persis itu," katanya.