Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal dengan dana aspirasi adalah wujud dari pelaksanaan tugas konstitusi DPR yang sudah diatur dalam undang-undang maupun sumpah jabatan legislator.

Penolakan terhadap dana aspirasi, menurut Fahri kepada pers di Jakarta, Selasa, berarti menolak konstitusi dan melanggar sumpah jabatan DPR.

"Tekad DPR hanya melaksanakan UU. Undang-undang telah mengatur untuk mendengar aspirasi masyarakat. Itu juga merupakan pelaksanan dari sumpah DPR," katanya.

Dalam UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD-3) dan sumpah jabatan, ditegaskan bahwa kewajiban anggota DPR adalah membela konstituen.

"Jika tidak melaksanakan itu, jelas pelanggaran konstitusi dan melanggar sumpah sebagai anggota DPR," ujar Fahri.

Selama ini, menurut Fahri, tidak ada mekanisme bagi anggota DPR untuk menjalankan aspirasi konstituennya. Program UP2DP akan memberi ruang bagi anggota DPR untuk membela konstituen.

Menurut dia, konstituen juga bisa mendapatkan hak-hak yang dibutuhkan masyarakat di dapil masing-masing.

"Kalau kita bandingkan DPR pada era Orde Baru yang memang diatur untuk tidak berhubungan dengan konstituen dan hanya pulang lima tahun sekali ke dapilnya menjelang pemilu, DPR pada era reformasi ini diatur agar kembali ke dapilnya sesering mungkin demi menyerap aspirasi masyarakat," katanya.

Ketika pulang, kata dia, masyarakat pun bisa menagih janji-janji anggota DPR demi memperjuangkan kepentingan masyarakatnya.