Bogor (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengingatkan rencana pembangunan yang dilakukan pemerintahan saat ini jangan sampai merusak kawasan hutan dan jangan pula menghambat laju pembangunan, sehingga diperlukan batas toleransi dan sinergi semua pihak.
"Dari 1.000 kilometer jalan tol dan 50 bendungan yang akan dibangun era pemerintahan ini akan semakin dekat dengan kawasan hutan lindung. Jika kita memerlukan jalan tol dan bendungan, maka jangan sampai merusak hutan lindung," kata anggota IV BPK RI Rizal Djalil di Bogor, Jawa Barat, Senin.
Dalam diskusi Kementerian Kehutanan: Penyelamat Pembangunan atau
Penghambat Pembangunan di Kampus Institut Pertanian Bogor itu, ia mengemukakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membangun 25 ruas jalan tol sepanjang 1.000 kilometer, 50 bendungan, rehabilitasi irigasi dan satu juta hektare irigasi baru yang ditargetkan terlaksana hingga 2019.
Menurut dia, berdasarkan hasil audit BPK dari pengalaman pada pemerintahan terdahulu, rencana pembangunan baru tercapai 50 persen berkaitan dengan ketersediaan lahan, sehingga perlu sikronisasi dengan Direktur Jenderal Planologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
"Karena semua lahan ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian LHK menjadi penyelamat pembangunan," katanya.
Ia menyatakan, pembangunan mendorong kebangkitan ekonomi, devisa negara saat ini senilai 120 dolar Amerika Serikat (AS) masih kalah dari Tiongkok yang sudah dua kali lipat dari Indonesia.
"BPK saat ini memiliki tugas tidak hanya sebagai pemeriksa, tetapi juga pemecah masalah dan pembinaan," katanya.
Ia menyatakan, hasil diskusi yang dilakukan di IPB melibatkan semua pihak agar memiliki misi yang sama menjaga aturan, sehingga harapan Presiden Jokowi untuk membangun 1.000 kilometer jalan tol, bendungan dan irigasi terlaksana tanpa merusak lingkungan, serta berdampak menyebar (multiplayer effect).
"Kalau ini terlaksana akan terjadi multiplayer effect besar. Inti BPK puas jika pembangunan ini terlaksana. BPK bukan pemeriksa, pencari kesalahan, tapi mendorong pembangunan cepat, karena perlu diingat ada izin yang butuh delapan tahun baru keluar," katanya.
Ia menimpali, "Oleh karena itu, perlu rekomendasi peraturan pemerintah, tidak hanya soal bendungan, tapi juga irigasi, harus di cek ke Sekretaris Negara."
Direktur Jenderal Planologi kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, San Arif Awang, dalam forum tersebut menyebutkan, wewenang dalam mengeluarkan izin kawasan hutan bisa berubah, karena sudah menjadi perintah dalam undang-undang.
"Planologi kehutanan sudah dimulai sejak 1808 zaman Daendels yang sudah merambah 2,4 juta hektare kawasan hutan. Zaman sekarang banyak kawasan hutan yang sudah terambah, yakni 120,78 juta hektare," ujarnya.
Ia menimpali, "Ini karena perubahan tata ruang. Kawasan hutan Pulau Jawa telah berkurang 30 persen, dan tutupan lahan juga 20 persen berkurang. Dalam undang-undang aturanya 30 persen," katanya menambahkan.
BPK: Pembangunan jangan sampai rusak hutan
15 Juni 2015 19:47 WIB
Rizal Djalil. (ANTARA/Muhammad Adimaja)
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015
Tags: