Jakarta (ANTARA News) - "Taipei Economic and Trade Office" (TETO) Indonesia mengajukan sebuah inisiatif perdamaian Laut Tiongkok Selatan yang meminta pihak terlibat menahan diri, menjaga perdamaian, dan stabilitas demi menghindari tindakan sepihak yang dapat meningkatkan ketegangan.
"Tahun 2015 bertepatan dengan peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Dunia II, berbagai negara harus belajar dari sejarah yang menyakitkan, untuk menjadi kekuatan pendorong bagi perdamaian dan kemakmuran regional," tulis TETO dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, kemarin.
Inisiatif tersebut muncul sebagai tindak lanjut dari pengalaman Pemerintah Taiwan dalam menangani sengketa Laut Tiongkok Timur, di mana pada Agustus 2012, Presiden Taiwan Ma Ying-jeou mengusulkan "Inisiatif Perdamaian Laut Tiongkok Timur" terhadap sengketa perairan tersebut dan masalah kedaulatan Diaoyutai.
Terkait sengketa Laut Tiongkok Selatan, pemerintah Republik Rakyat Tiongkok secara konsisten menganjurkan prinsip dasar kedaulatan, menyisihkan perselisihan, perdamaian dan pembangunan bersama.
TETO atau Kamar Dagang Taiwan mengajak pula semua pihak terlibat untuk menghormati Piagam PBB dan hukum internasional yang terkait, termasuk prinsip-prinsip dan semangat konvensi PBB tentang hukum laut.
"Para pihak di wilayah sengketa dimasukkan ke dalam sistem dan langkah-langkah untuk memfasilitasi perdamaian dan kemakmuran di Laut Tiongkok Selatan, misalnya melalui negosiasi membentuk mekanisme kerja sama kelautan atau mengatur kode etik," tulis TETO.
Melalui siaran pers tersebut, Pemerintah Taiwan kembali menegaskan bahwa Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel, Kepulauan Zhongsha, Kepulauan Pratas dan perairan sekitarnya adalah wilayah mereka berdasarkan sejarah, geografi maupun hukum internasional.
Taiwan serukan inisiatif perdamaian Laut Tiongkok Selatan
12 Juni 2015 18:36 WIB
Presiden Taiwan Ma Ying-jeou (ANTARA FOTO/REUTERS/Frank Sun )
Pewarta: Roberto C. Basuki
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: