Calon besan presiden berjualan cendol, dibayar dengan pecahan genteng
10 Juni 2015 10:28 WIB
Foto dokumentasi Putri Solo 2009 Selvi Ananda saat kunjungan delegasi Solo Batik Carnival di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura tanggal 21 Februari 2010. Selvi akan menikah dengan putra pertama Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka pada 11 Juli 2015. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Solo (ANTARA News) - Calon besan Presiden Joko Widodo, Didit Supriyadi, sempat mengomentari dawet atau cendol yang akan dijual kepada para tamu yang hadir di kediamannya, Rabu pagi.
"Dawete kurang legi (manis, red.)," kata Didit setelah mencicipi dawet.
Didit bersama istrinya, Sri Partini, berpura-pura menjual es dawet kepada para tamu yang hadir di rumah kontrakannya, Jalan Kutai Gang VII Nomor 1 Sumber, Solo.
Setelah merasa puas dengan rasa dawet tersebut, Didit kemudian memberi kode Sri Partini untuk menjual dawet tersebut.
"Dawet, dawet. Dawetnya manis," kata Sri dengan luwesnya.
Dawet atau cendol yang berbentuk bulat bermakna kebulatan tekad orang tua untuk menikahkan anak mereka.
Para tamu undangan yang hendak membeli es dawet tersebut membayar bukan dengan uang, melainkan menggunakan kreweng atau pecahan genteng rumah.
Kreweng yang berasal dari tanah liat memiliki arti bahwa manusia sejatinya akan kembali lagi menjadi tanah ketika meninggal dunia.
Sri Partini bertugas melayani para tamu yang membeli dawet, sedangkan Didit menerima kreweng sebagai alat pembayarannya.
Hal itu bermakna tentang kewajiban suami-istri dalam hidup berumah tangga ialah saling bahu-membahu dalam menafkahi keluarga.
"Sadean dawet" atau jualan cendol merupakan bagian dari rangkaian adat pernikahan Jawa yang akan dilangsungkan putra pertama Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Selvi Ananda. ***4*** (T.F013)
"Dawete kurang legi (manis, red.)," kata Didit setelah mencicipi dawet.
Didit bersama istrinya, Sri Partini, berpura-pura menjual es dawet kepada para tamu yang hadir di rumah kontrakannya, Jalan Kutai Gang VII Nomor 1 Sumber, Solo.
Setelah merasa puas dengan rasa dawet tersebut, Didit kemudian memberi kode Sri Partini untuk menjual dawet tersebut.
"Dawet, dawet. Dawetnya manis," kata Sri dengan luwesnya.
Dawet atau cendol yang berbentuk bulat bermakna kebulatan tekad orang tua untuk menikahkan anak mereka.
Para tamu undangan yang hendak membeli es dawet tersebut membayar bukan dengan uang, melainkan menggunakan kreweng atau pecahan genteng rumah.
Kreweng yang berasal dari tanah liat memiliki arti bahwa manusia sejatinya akan kembali lagi menjadi tanah ketika meninggal dunia.
Sri Partini bertugas melayani para tamu yang membeli dawet, sedangkan Didit menerima kreweng sebagai alat pembayarannya.
Hal itu bermakna tentang kewajiban suami-istri dalam hidup berumah tangga ialah saling bahu-membahu dalam menafkahi keluarga.
"Sadean dawet" atau jualan cendol merupakan bagian dari rangkaian adat pernikahan Jawa yang akan dilangsungkan putra pertama Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Selvi Ananda. ***4*** (T.F013)
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: