Kendari (ANTARA News) - Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, Sofyan Djalil mengingatkan bahwa dengan banyaknya perusahan pertelevisian nasional di tanah air, ke depan mereka sebaiknya bergabung saja (merger) menjadi empat atau lima TV nasional. "Di Amerika Serikat saja perusahaan televisi nasional hanya ada empat, padahal negara itu merupakan negara besar (super power)," kata Menteri, menanggapi banyaknya tayangan di televisi yang tidak lagi mendidik, tetapi justru tayangan dalam bentuk kekerasan dan lain sebagainya yang sangat berdampak bagi kehidupan anak-anak dan remaja. Kehadiran Menteri Negara Informasi dan Komunikasi di Sulawesi Tenggara itu dalam rangka menyaksikan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2007 yang diserahkan kepada Gubernur Sultra sebagai perpanjangan pemerintah pusat kepada para bupati/walikota se Sultra (2/1). Menteri tidak menyebut perusahaan televisi yang dianggap telah banyak melakukan pelanggaran dalam menayangkan gambar yang seharusnya tidak ditonton anak yang belum dewasa, namun mengatakan yang berhak melakukan teguran dan koreski adalah lembaga resmi pemerintah yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "Jadi yang berhak untuk melakukan teguran dan koreksi terhadap perusahaan penyiaran publik adalah KPI, sementara pemerintah hanya bisa mengeluarkan kebijakan, itupun yang bersifat imbuan," katanya. Ia mengatakan saat ini jumlah TV nasional ada 12 perusahaan pertelevisian, namun yang dianggap bisa mempertahankan dirinya sebagai perusahaan publik yang dicintai dan masih disegani masyarakat antara 4-5 TV saja. "Saya tidak bisa menyebut televisi apa saja yang masih dianggap perlu dipertahankan, namun masyarakatlah yang nanti menilainya," ujarnya. Menyinggung tentang banyaknya jumlah televisi lokal, Sofyan Djalil mengemukakan hal itu sebagai sesuatu yang wajar asalkan perusahan pertelevisian lokal tidak banyak meniru tayangan-tayangan televisi yang lebih dulu terbit. "Silahkan saja TV-TV lokal mengembangkan sayapnya sebab itu sangat perlu, tetapi sebaiknya melakukan proses pembelajaran yang telah dicontohkan Televisi Republik Indonesia (TVRI)," katanya. (*)