Dalam pidato itu, Jokowi menyebut Blitar sebagai kota kelahiran Bung Karno, sementara data resmi alumni Technische Hogeschool di Bandung (cikal-bakal ITB), menyebut Soekarno lahir di Surabaya (laman historia.id). Soekarno tamatan perguruan tinggi itu.
Perihal pidato Jokowi ini menjadi hal yang kemudian ramai diulas di banyak media sosial.
Oleh beberapa media massa arus utama, sejak beberapa hari lalu isu ini dikembangkan bukan pada kekeliruan substansi pidato itu namun agar juga menjadi momen pelurusan sejarah Bung Karno, karena beberapa pihak menyatakan Bung Karno lahir di Blitar, Jawa Timur.
Menurut Hasanuddin yang pernah menjadi sekretaris militer Presiden Megawati Soekarnoputri, naskah pidato itu diserahkan kepada Jokowi secara mendadak, saat mau naik ke mimbar.
Kelaziman tata kelola dokumen, surat-menyurat ataupun naskah pidato kepresidenan tidak demikian, namun melalui banyak staf penyelia dan pejabat pemberi otentifikasi. Diperlukan prosedur dan mekanisme tertentu untuk itu yang diatur sedemikian rupa untuk menihilkan kesalahan.
Presiden sebagai sosok juga adalah lambang negara, bersama lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lambang negara Garuda Pancasila, dan ketiganya diatur dalam undang-undang.
"Naskah itu langsung diserahkan staf kepada ajudan, dan lalu ajudan menyerahkannya kepada Jokowi, sehingga presiden juga tidak punya kesempatan mengoreksi. Begitu naik ke mimbar, langsung membacakannya," ujar dia.
Hal ini, kata Hasanuddin, menunjukkan dan membuktikan bahwa staf yang mengelilingi Jokowi tidak profesional, atau dengan kata lain memiliki profesionalitas rendah serta pantas diragukan.
"Lebih-lebih memang, banyak staf di lingkaran Jokowi tak punya pengalaman. Kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi, presiden sering diberi data sampah oleh stafnya seperti misalnya soal utang kepada IMF yang kemudian harus dikoreksi menteri keuangan," ujarnya.
"Dengan beberapa kejadian tersebut saya curiga, apakah ini kekhilafan dari staf atau ada unsur kesengajaan untuk mendegradasi integritas presiden. Untuk itu saya menyarankan agar presiden segera mengevaluasi orang-orang di sekitarnya," kata Hasanuddin.
"Lebih-lebih memang, banyak staf di lingkaran Jokowi tak punya pengalaman. Kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi, presiden sering diberi data sampah oleh stafnya seperti misalnya soal utang kepada IMF yang kemudian harus dikoreksi menteri keuangan," ujarnya.
"Dengan beberapa kejadian tersebut saya curiga, apakah ini kekhilafan dari staf atau ada unsur kesengajaan untuk mendegradasi integritas presiden. Untuk itu saya menyarankan agar presiden segera mengevaluasi orang-orang di sekitarnya," kata Hasanuddin.