Pengadilan Tipikor Jangan Ganggu Sistem Peradilan
2 Januari 2007 20:23 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung (MA), Bagir Manan, di Jakarta, Selasa, menegaskan bahwa pengaturan tentang pengadilan khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jangan sampai mengganggu sistem peradilan yang sudah ada.
Ditemui di Gedung MA, Bagir Manan mengatakan, yang harus dipikirkan oleh pembentuk Undang-Undang (UU) adalah ide awal bahwa pengadilan tipikor itu merupakan trigger mechanism atau mekanisme pemicu, agar sistem yang sudah ada dapat berjalan untuk memberantas tindak pidana korupsi.
"Kita harus kembali kepada ide bahwa pengadilan tipikor ini sebagai pemicu, agar sistem itu berjalan, jadi jangan sampai sistem itu kita ganggu," ujarnya.
Ia mengemukakan, pengadilan umum saat ini juga tidak kalah dalam menangani perkara korupsi dibanding pengadilan tipikor.
Jika pada 2006 pengadilan tipikor hanya menangani belasan kasus, Bagir menambahkan, pengadilan umum mampu menangani ratusan perkara untuk kasus terkait korupsi.
Menurut dia, banyak juga hukuman yang telah dijatuhkan oleh pengadilan umum terhadap para koruptor dengan hukuman jumlah ganti kerugian negara yang dijatuhkan juga tidak kalah besar dari pengadilan tipikor.
"Sehingga, kalau pengadilan umum sudah berjalan efektif, kenapa harus dibentuk lagi yang khusus-khusus itu?" katanya menegaskan.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2006 menyatakan keberadaan Pengadilan Tipikor inkonstitusional, dan menimbulkan dualisme dalam upaya pemberantasan korupsi karena dalam praktiknya hasil dan penanganan pengadilan tipikor berbeda dari pengadilan biasa.
MK memberi waktu tiga tahun bagi DPR dan Pemerintah untuk menyusun UU yang khusus mengatur Pengadilan Tipikor.
Jika lewat batas waktu tiga tahun yang telah ditetapkan oleh MK dan UU khusus Pengadilan Tipikor belum juga terbentuk, MK dalam putusannya menyatakan, maka pengadilan tipikor tidak lagi dapat menjalankan tugasnya dan seluruh perkara yang sedang ditangani dilimpahkan ke pengadilan umum.
Dalam putusannya, MK juga menyatakan Pengadilan Tipikor itu nantinya menangani semua perkara korupsi, tidak seperti saat ini yang hanya menangani perkara yang disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Konsekuensi putusan MK itu menyebabkan pengadilan tipikor juga dibentuk di daerah, karena harus menangani perkara korupsi yang juga disidik oleh kejaksaan di daerah.
Bagir mengatakan, hal itu dapat menambah struktur organisasi di Pengadilan Negeri (PN) seluruh daerah.
"Pengadilan tipikor itu kan ada di bawah PN, itu berarti ada penambahan organisasi di PN. Belum lagi nanti sistem rekrutmen hakimnya berbeda," ujarnya.
Namun, Bagir mengatakan, pilihan apa pun yang akan ditempuh oleh pembentuk UU nantinya, ia berharap pilihan itu telah dipikirkan secara matang.
"Apa pun pilihannya, hal ini perlu dipikirkan matang-matang. Jangan terburu-buru. Apalagi, kita punya waktu tiga tahun," katanya.
Ia menambahkan, hal terpenting yang harus dirumuskan oleh pembentuk UU adalah, agar keberadaan pengadilan tipikor itu nantinya sesuai dengan konstitusi. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007
Tags: