Jakarta (ANTARA News) - PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) akan memberikan sanksi terhadap operator PT Jakarta Mega Trans (JMT) karena tidak beroperasi selama dua hari, yakni sejak Senin (1/6) hingga Rabu (3/6).

"Sanksi itu berupa denda sebesar 200 kilometer per hari. Besaran uangnya sesuai dengan besaran kontrak rupiah per kilometer yang telah disepakati antara JMT dengan PT Transjakarta," kata Direktur Utama PT Transjakarta Antonius Kosasih di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, denda yang diberikan kepada JMT tersebut merupakan konsekuensi karena pelayanan kepada penumpang mengalami gangguan selama berlangsungnya aksi mogok yang dilakukan oleh para sopir JMT.

"Sanksi tersebut tetap harus kami berikan kepada JMT karena walaupun kami sudah mencoba memperbaiki pelayanan selama aksi mogok para sopir dengan merelokasi bantuan bus dari koridor lain, tetap saja layanan kami tidak maksimal," ujar Kosasih.

Selain para sopir JMT, dia menuturkan aturan dan sanksi tersebut juga diberikan kepada operator yang mengalami kegagalan saat beroperasi, baik karena adanya kerusakan armada maupun tidak terpenuhinya jumlah penyediaan armada.

"Karena PT Transjakarta memang memberlakukan aturan dan sanksi yang berat apabila ada operator yang mengalami kegagalan saat beroperasi. Dengan demikian, ada efek jera yang kami berikan," tutur Kosasih.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan Pemprov DKI juga telah memberikan instruksi kepada PT Transjakarta agar menerapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan tolak ukur yang sama terhadap seluruh layanan bus Transjakarta.

"Bahkan, sistem scoring dan rating pun akan kami terapkan kepada seluruh operator untuk menentukan operator mana saja yang berhak mendapatkan alokasi lebih atau justru malah harus dikurangi karena mengalami kegagalan saat beroperasi," ungkap Kosasih.

Sopir bus Transjakarta di dua koridor, yakni Koridor 5 (PGC-Harmoni) dan Koridor 7 (PGC-Ancol) melakukan aksi mogok kerja sejak Senin (1/6) hingga Rabu (3/6) di pool bus Transjakarta Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur.

Aksi mogok kerja itu dilakukan karena tuntutan para sopir terkait kenaikan gaji sekaligus peningkatan kesejahteraan belum dapat dipenuhi oleh PT JMT selaku operator di kedua koridor tersebut.