AIPGI akui industri butuh impor garam
28 Mei 2015 18:40 WIB
ilustrasi Target Produksi Garam Pekerja memanen garam di pegaraman Desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jatim, Selasa (14/10). (ANTARA FOTO/Saiful Bahri) ()
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Tony Tanduk mengakui bahwa petani lokal belum mampu memproduksi garam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri.
"Produksi garam petani lokal saat ini baru digunakan untuk konsumsi dan pengasinan ikan," kata Tony Tanduk saat menghadiri Seminar Nasional Garam 2015 di Jakarta, Kamis.
Untuk itu, Tony berharap petani lokal terus meningkatkan produktivitas dari segi kuantitas maupun kualitas garamnya, agar garam konsumsi lokal tersebut dapat terserap secara maksimal di dalam negeri.
Sehingga, lanjut Tony, ia berharap petani garam lokal tidak lagi memproduksi garam jenis K3, yaitu garam dengan kandungan NaCL di bawah 85 persen.
"Kalau dibawah 85 persen itu sudah agak sulit untuk dimurnikan. Kalaupun bisa, itu membutuhkan biaya yang sangat tinggi," kata Tony.
Dengan demikian, tambah Tony, AIPGI berharap petani memproduksi garam jenis K1, yaitu yang mengandung NaCL hingga 94,7 persen dan K2, yang mengandung NaCL antara 85-90 persen.
Saat ini, luas lahan garam terpasang Nasional mencapai 25 ribu hektar dengan produksi rata-rata 1,7 juta ton per tahun, yang terdiri dari kualitas (Kw1) 30 persen, (Kw2) 30 persen dan (Kw3) 40 persen.
Adapun Kw1 berkadar NaCl minimal 94 persen, Kw2 berkadar NaCl minimal 90-93 persen dan Kw3 berkadar NaCl lebih rendah dari 90 persen.
Sedangkan, kualitas garam yang dibutuhkan oleh Industri Aneka Pangan berkadar NaCl 96 persen dengan Calsium dan Magnesion maksimal 600 ppm, Industri Kimia berkadar NaCl 96 persen, Industri Farmasi berkadar NaCl minimal 99,9 persen dan garam rumah tangga berkadar NaCl minimal 94 persen.
"Produksi garam petani lokal saat ini baru digunakan untuk konsumsi dan pengasinan ikan," kata Tony Tanduk saat menghadiri Seminar Nasional Garam 2015 di Jakarta, Kamis.
Untuk itu, Tony berharap petani lokal terus meningkatkan produktivitas dari segi kuantitas maupun kualitas garamnya, agar garam konsumsi lokal tersebut dapat terserap secara maksimal di dalam negeri.
Sehingga, lanjut Tony, ia berharap petani garam lokal tidak lagi memproduksi garam jenis K3, yaitu garam dengan kandungan NaCL di bawah 85 persen.
"Kalau dibawah 85 persen itu sudah agak sulit untuk dimurnikan. Kalaupun bisa, itu membutuhkan biaya yang sangat tinggi," kata Tony.
Dengan demikian, tambah Tony, AIPGI berharap petani memproduksi garam jenis K1, yaitu yang mengandung NaCL hingga 94,7 persen dan K2, yang mengandung NaCL antara 85-90 persen.
Saat ini, luas lahan garam terpasang Nasional mencapai 25 ribu hektar dengan produksi rata-rata 1,7 juta ton per tahun, yang terdiri dari kualitas (Kw1) 30 persen, (Kw2) 30 persen dan (Kw3) 40 persen.
Adapun Kw1 berkadar NaCl minimal 94 persen, Kw2 berkadar NaCl minimal 90-93 persen dan Kw3 berkadar NaCl lebih rendah dari 90 persen.
Sedangkan, kualitas garam yang dibutuhkan oleh Industri Aneka Pangan berkadar NaCl 96 persen dengan Calsium dan Magnesion maksimal 600 ppm, Industri Kimia berkadar NaCl 96 persen, Industri Farmasi berkadar NaCl minimal 99,9 persen dan garam rumah tangga berkadar NaCl minimal 94 persen.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: