Surabaya (ANTARA News) - Guru Besar Luar Biasa Fisip Unair Surabaya Prof Dr Makarim Wibisono MA-IS MA mengusulkan pembentukan Badan ASEAN Khusus Pengungsi, karena kasus semacam pengungsi Rohingya akan melanda kawasan ASEAN.

"MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) itu tidak hanya ekonomi, tapi juga kebersamaan dalam aspek politik, budaya, hukum, sosial," kata guru besar Hubungan Internasional (HI) itu dalam debat publik bertajuk Pengungsi Rohingya dan Respons ASEAN di Auditorium Fisip Unair Surabaya, Rabu.

Dalam "diskusi reboan" yang juga menampilkan dosen HI Fisip Unair Baiq Wardhani MA PhD itu, Prof Makarim yang juga Pelapor Khusus PBB mengenai Situasi HAM Palestina itu mengatakan pengungsi Rohingya itu merupakan masalah sosial-kemanusiaan.

"Itu sesuai dengan sila kedua dari dasar negara kita, Pancasila, karena itu kita harus menciptakan masyarakat ASEAN yang hubungan atau kebersamaannya tidak hanya dilandasi aspek ekonomi, tapi juga sosial. Itu (kebersamaan) yang harus kita tunjukkan kepada dunia," katanya.

Oleh karena itu, katanya, Indonesia harus mengusulkan Badan ASEAN Khusus Pengungsi itu dalam pertemuan negara-negara ASEAN, sehingga bila ada masalah pengungsi seperti Rohingya akan dapat diselesaikan secara bersama sebagai satu "keluarga besar" ASEAN.

Dalam kesempatan itu, dosen HI Fisip Unair Baiq Wardhani MA PhD mengatakan masalah pengungsi Rohingya itu bukan semata-mata persoalan sosial, namun ada unsur politik di dalamnya.

"Rohingya itu etnik yang tinggal di perbatasan Myanmar-Bangladesh dan sejak Myanmar merdeka dengan dipimpin Junta Militer (1970-an), maka etnik Rohingya didorong migrasi ke Bangladesh, namun Bangladesh hanya mampu menerima dalam empat dekade dan sesudah itu menolak," katanya.

Oleh karena itu, ia sependapat dengan Prof Makarim Wibisono bahwa penyelesaian politik untuk pengungsi Rohingya itu perlu melibatkan banyak pihak. "Kalau Indonesia menangani sendirian bisa menjadi beban secara ekonomi dan juga beban sosial," katanya.

Untuk beban ekonomi, tentu berkaitan dengan kemampuan APBN, kemudian untuk beban sosial itu bisa muncul dalam dua bentuk yakni kerawanan terkait kriminalitas dan kerawanan terkait kecemburuan sosial dengan warga sekitar pengungsian.

"Jadi, masalah pengungsi Rohingya itu perlu diselesaikan secara bersama dengan melibatkan Bangladesh dan negara-negara ASEAN, seperti Thailand, Malaysia, Indonesia, dan lainnya," katanya.