Gaza (ANTARA News) - Otoritas Mesir membuka perlintasan Rafah untuk pertama kali dalam hampir 80 hari pada Selasa (26/5), guna mengizinkan warga Palestina yang terdampar kembali ke Jalur Gaza, kata para saksi mata dan pejabat.

Tetapi Mesir tak mengizinkan lalu lintas sebaliknya, menyebabkan ribuan warga Gaza, beberapa di antaranya butuh pengobatan, tak dapat meninggalkan kantung kecil itu.

Sejak tentara Mesir menggulingkan Presiden Mohammad Moursi pada 2013, Kairo menutup Rafah, gerbang utama ke kantung Palestina yang dikuasai Hamas.

Kadangkala kelompok itu membuka perlintasan untuk mengizinkan para penumpang dengan paspor luar negeri dan juga mahasiswa dan pasien untuk bepergian.

Israel juga memberlakukan pembatasan perjalanan warga Palestina melalui perbatasannya dengan Jalur Gaza.

Kairo menuding Hamas, yang memiliki kesamaan agenda dengan Ikhwanul Muslimin Moursi, membantu para gerilyawan di Gurun Sinai, Mesir, melancarkan serangan terhadap pasukan keamanan, sesuatu yang kadang ditolak HAMAS.

Maher Abu Sabha, Direktur perlintasan Gaza yang dipilih Hamas, menyatakan lebih 15.000 warga Palestina, termasuk 3.000 orang yang ingin berobat, telah mendaftar di kantornya untuk pergi keluar kantung itu.

"Kami masih berharap otoritas Mesir akan mempertimbangkan keputusannya dan akan membuka perlintasan di kedua arah," kata dia.

"Situasi sudah tidak bisa lagi ditolerir bagi warga Gaza," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.

Seorang pejabat Mesir mengatakan perlintasan itu juga akan buka pada Rabu.

Sebagai bagian dari pembatasannya atas Hamas, Mesir telah menghancurkan terowongan-terowongan lintas batas yang bisa digunakan untuk menyelundupkan senjata dan barang-barang kebutuhan ke Jalur Gaza.

Mesir juga berusaha untuk memberlakukan suatu zona penyangga seluas satu kilometer di bagian terdepan negara itu untuk menghentikan penyelundupan.(Uu. M016)