Pakar: sadarnya napi teroris beri harapan baik
22 Mei 2015 21:49 WIB
Terpidana kasus terorisme Umar Patek (kedua kanan) membawa bendera ketika menjadi pengibar bendera merah putih pada upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (20/5/15). (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)
Jakarta (ANTARA News) - Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk menilai sadarnya sejumlah narapidana kasus terorisme memberi harapan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia ke depan.
"Sadarnya saudara-saudara kita yang pernah salah jalan ini menjadi harapan perdamaian abadi di Indonesia. Semoga ini bisa menggugah napi terorisme lainnya segera sadar dan kembali ke pangkuan Indonesia," kata Hamdi di Jakarta, Jumat.
Hamdi mengemukakan hal itu menanggapi ikrar kesetiaan kepada NKRI narapidana terorisme Umar Patek alias Hisyam bin Alizein bersama empat napi terorisme Poso dan Ambon pada upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei lalu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Bahkan, secara sukarela Umar Patek menjadi pengibar bendera Merah Putih dalam upacara tersebut.
Jauh sebelumnya, mantan teroris dari Jamaah Islamiyah (JI) Ustadz Abdurrahman Ayyub telah lebih dulu mengikrarkan kesetiaannya kepada NKRI. Bahkan, dia kini aktif membantu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menyadarkan kelompok-kelompok radikal yang ada.
"Saya kira apa yang dilakukan Umar Patek dengan menjadi petugas pengerek bendera itu adalah momen yang penting," kata Hamdi.
Menurut dia. bukan pekerjaan mudah untuk menyadarkan pelaku terorisme, memerlukan waktu yang panjang dan dibutuhkan proses pendekatan dan penyadaran yang cukup rumit karena biasanya napi terorisme sangat sulit didekati dan diajak bersosialisasi di luar kelompok mereka.
"Kita harus memberikan apresiasi kepada pihak-pihak terkait seperti Depkumham dalam hal ini Direktorat Jenderal PAS dan BNPT," kata dia.
Menurut Hamdi, proses penyadaran para napi terorisme jelas berbeda dengan napi tindak pidana biasa. Dibutuhkan pendekatan khusus serta strategi tepat untuk bisa mengajak mereka berkomunikasi.
Kesadaran para napi terorisme itu, kata dia, merupakan hasil perenungan panjang karena mereka pernah punya keyakinan dan terpikat ideologi teroris serta tergiur iming-iming pendirian negara Islam di Indonesia yang harus diperjuangkan dengan kekerasan.
"Mereka juga berpikir bahwa hanya orang yang sepaham dengan mereka yang bisa mengelola negara," kata Hamdi.
Hamdi mengatakan, pembinaan terhadap para napi terorisme harus terus dilakukan sekaligus meyakinkan mereka bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah ideologi Pancasila suatu keniscayaan.
"Kita harus terus membina dan merangkul mereka untuk bisa menjalani dan mengisi kehidupan yang lebih baik. Artinya, setelah proses penyadaran ini harus ada proses lanjutan untuk mengantar mereka kembali ke masyarakat, setelah bebas dari penjara nanti," katanya.
"Sadarnya saudara-saudara kita yang pernah salah jalan ini menjadi harapan perdamaian abadi di Indonesia. Semoga ini bisa menggugah napi terorisme lainnya segera sadar dan kembali ke pangkuan Indonesia," kata Hamdi di Jakarta, Jumat.
Hamdi mengemukakan hal itu menanggapi ikrar kesetiaan kepada NKRI narapidana terorisme Umar Patek alias Hisyam bin Alizein bersama empat napi terorisme Poso dan Ambon pada upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei lalu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Bahkan, secara sukarela Umar Patek menjadi pengibar bendera Merah Putih dalam upacara tersebut.
Jauh sebelumnya, mantan teroris dari Jamaah Islamiyah (JI) Ustadz Abdurrahman Ayyub telah lebih dulu mengikrarkan kesetiaannya kepada NKRI. Bahkan, dia kini aktif membantu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menyadarkan kelompok-kelompok radikal yang ada.
"Saya kira apa yang dilakukan Umar Patek dengan menjadi petugas pengerek bendera itu adalah momen yang penting," kata Hamdi.
Menurut dia. bukan pekerjaan mudah untuk menyadarkan pelaku terorisme, memerlukan waktu yang panjang dan dibutuhkan proses pendekatan dan penyadaran yang cukup rumit karena biasanya napi terorisme sangat sulit didekati dan diajak bersosialisasi di luar kelompok mereka.
"Kita harus memberikan apresiasi kepada pihak-pihak terkait seperti Depkumham dalam hal ini Direktorat Jenderal PAS dan BNPT," kata dia.
Menurut Hamdi, proses penyadaran para napi terorisme jelas berbeda dengan napi tindak pidana biasa. Dibutuhkan pendekatan khusus serta strategi tepat untuk bisa mengajak mereka berkomunikasi.
Kesadaran para napi terorisme itu, kata dia, merupakan hasil perenungan panjang karena mereka pernah punya keyakinan dan terpikat ideologi teroris serta tergiur iming-iming pendirian negara Islam di Indonesia yang harus diperjuangkan dengan kekerasan.
"Mereka juga berpikir bahwa hanya orang yang sepaham dengan mereka yang bisa mengelola negara," kata Hamdi.
Hamdi mengatakan, pembinaan terhadap para napi terorisme harus terus dilakukan sekaligus meyakinkan mereka bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah ideologi Pancasila suatu keniscayaan.
"Kita harus terus membina dan merangkul mereka untuk bisa menjalani dan mengisi kehidupan yang lebih baik. Artinya, setelah proses penyadaran ini harus ada proses lanjutan untuk mengantar mereka kembali ke masyarakat, setelah bebas dari penjara nanti," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015
Tags: