Jakarta (ANTARA News) - Hidungnya mancung, kulit wajah dan tangannya yang tak tertutup kaos warna abu-abu, terlihat putih bersih. Tenang saat berbicara, tidak banyak tersenyum, dan sesekali bila tertawa menampakkan kesan malu-malu. Begitu gambaran paling pas tentang Ridho, anak "The King of Dangdut" (Raja Dangdut) H. Rhoma Irama dari perkawinannya dengan Rica Rachim, isteri kedua setelah Veronica Agustina. Remaja berusia belasan tahun itu ditemui di sebuah restoran di Taman Mini Indonsia Indah (TMII) seusai jumpa pers Gebyar Malam Tahun Baru 2006 yang bakal diisi Konser Musik dan Opera Rhoma Irama bersama Soneta Grup. Ia salah seorang artis yang bakal turut meramaikan acara, selain Cici Faramida dan bintang-bintang KDI. Ayahnya batal datang ke acara jumpa pers, meski pihak penyelenggara, TMII dan Stasiun TPI, sebanyak dua kali mengatakan Haji Rhoma Irama dalam perjalanan menuju acara itu. Ridho tidak memberi keterangan apa-apa kecuali berkata tanpa ekspresi, "Papa sih bilangnya tadi mau ke sini." Saat itu ia sedang asyik mengobrol dengan beberapa wartawan, yang belum beranjak meninggalkan restoran itu setelah mendapat kepastian Si Raja Dangdut urung datang. "Putera Mahkota" Jika saja Rhoma Irama betul memang seorang raja yang menjadi penguasa negeri dangdut di bumi Nusantara, maka tidaklah terlalu salah menyebut Muhammad Ridho Irama sebagai putera mahkotanya. Pasalnya, hanya ia yang mengaku suka dan ingin berkarir di jalur musik dangdut, bahkan kalau perlu menggantikan posisi ayahnya. Sementara itu, Vicky, kakak tirinya, lebih memilih jalur rock/metal dan telah pula membentuk band. "Papa memang tidak pernah memaksa. Saya sendiri yang ingin terjun di dangdut," kata Ridho. Tidak berbeda dari Vicky, ia pun mengaku mendapatkan bimbingan dan arahan dari orang tuanya, terutama sang ayah. Bicara soal bimbingan sang ayah, penyuka lagu-lagu India ini mengaku mendapat perlakuan tidak lunak. "Papa banyak mengajarkan teknik vokal, stage act dan bagaimana menguasai penonton. Dibilang keras ya, terutama dalam hal disiplin," katanya. Jatuh cinta pada musik sejak kecil, remaja kelahiran Jakarta 14 Januari 1989 itu mengaku naik pentas musik dangdut waktu duduk di bangku SMP Kelas 3. "Saya diajak papa waktu konser Soneta di Kalimantan. Itu pertama kali saya naik panggung," katanya sambil tersenyum. Untuk menambah "kesaktian", siswa kelas 3 sebuah SMA di Depok itu berencana mengambil kuliah psikologi dan sastra Inggris di perguruan tinggi. "Syarat penyanyi sukses adalah pintar," katanya datar. Kebesaran Sang Ayah Berbeda dari artis kebanyakan, Ridho tidak peduli bila kelak orang menilai karirnya tidak lepas dari nama besar Rhoma Irama. Ia sadar betul bahwa ayahnya dijuluki "Godfather of dangdut" dan sampai sekarang menjabat ketua umum PAMMI (Paguyuban Artis Musik Melayu Indonesia) dengan jumlah anggota banyak sekali dan tersebar di seluruh pelosok Tanah Air. Baginya, fakta tersebut tidak bisa dihindari apalagi dipungkiri. Di balik itu, ada kemungkinan besar PAMMI menjadi aspal kualitas unggul yang melapisi jalan menuju sukses. Konon, semua anggota paguyuban segan dan menaruh hormat kepada Bang Haji, sapaan akrab Rhoma. Tidak satu pun di antara mereka punya cukup nyali untuk berdiri dalam posisi berhadapan dengannya. "Papa memang hebat," kata Ridho. Dengan pengakuan itu pula, ia merasa tidak keberatan jika kelak orang mengatakan popularitasnya adalah karena nama besar Rhoma Irama. "Engga masalah. What`s the big deal?" jawab Ridho dengan tersenyum, kali ini agak lebar, ketika ditanyakan soal dirinya yang akan selalu berada di bawah bayang-bayang ayahnya.(*)