Surabaya (ANTARA News) - Penyidik Subdit Perbankan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur membongkar kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif senilai Rp24,8 miliar yang "diotaki" Pimpinan Bank Jatim Cabang Jombang, BW.

"BW sudah ditahan, tapi kasusnya akan kami kembangkan dengan dugaan keterlibatan wakil pimpinan cabang, dua penyelia kredit, delapan analis kredit dan 11 karyawan bank," kata Direskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Idris Kadir di Mapolda Jatim, Selasa.

Didampingi WS (wakil sementara) Kabid Humas Polda Jatim AKBP Dwi Setyoharini dan Kasubdit Perbankan AKBP Wahyu Sri Bintoro, dia menjelaskan, kasus itu disidik berdasarkan laporan pihak Bank Indonesia dan pihaknya menduga kasus itu bersifat kasus perbankan.

"Namun, kami akhirnya menemukan sebagai kasus korupsi dan pencucian uang, karena Bank Jatim merupakan bank pemerintah, tapi hasil audit BPKP menemukan kerugian negara sebesar Rp19 miliar, bukan Rp24,8 miliar," katanya.

Modusnya, tersangka menerima pengajuan 55 berkas permohonan KUR sejak tahun 2010 hingga Rp2012 yang setiap berkas bernilai Rp200 juta hingga Rp400 juta, namun dokumen yang dilampirkan merupakan dokumen fiktif.

"Karena ada kejanggalan, pihak BI pun melaporkan kepada kami pada Desember 2013, lalu kami menyelidiki sebagai kasus perbankan dan ternyata mengandung unsur korupsi dan pencucian uang," katanya.

Dalam kasus itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti, diantaranya 55 berkas pengajuan kredit, laporan hasil audit BPKP, hasil analisis dari PPATK dan sebagainya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman 4-20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp10 miliar.

Selain itu, tersangka juga dijerat dengan Pasal 4 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman 5-20 tahun dan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.

Dalam kesempatan itu, tersangka BW mengakui kepada penyidik bahwa uang yang diperoleh dari kredit fiktif itu dipergunakan biaya pencalonan dirinya sebagai anggota legislatif (caleg), namun bukan caleg di Jombang, melainkan Madiun.