Jakarta (ANTARA News) - Aggota Komisi XI DPR, Melchias Mekeng, mengatakan, pelemahan rupiah terhadap mata uang dolar AS hingga menembus Rp13.000 per dolar AS karena pemerintah dan DPR tak punya cara untuk membuat kebijakan fundamental guna menyelesaikan masalah-masalah fundamental.

Dia memberi ilustrasi pada hal pokok, yaitu Indonesia mengimpor keperluan pokok, di antaranya beras, gula, jagung, dan bahkan garam.




"Saya menyarankan pemerintah membentuk satu gugus tugas guna memecahkan masalah tersebut. Jangan kebijakan itu sifatnya ad hoc. Bila ada masalah, lalu buat ini dan itu. Ini masalah dasar dari dulu tidak pernah diselesaikan. Bayangkan, urusan pupuk saja masih problem di daerah," kata Mekeng, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.

Ia mencontohkan, ekspor tidak dibarengi pengurangan impor. Hal itu karena masalah fundamental tidak pernah diselesaikan. "Kalau itu tidak pernah diselesaikan, kita jangan pernah berpikir rupiah akan menguat. pasti akan terus melemah," kata dia.

Gugus tugas pemerintah tentang ini harus berada langsung di bawah presiden, yang bekerja dan mempelajari apa masalahnya, hingga pada satu kesimpulan dan kesimpulan itu ditindaklanjuti dengan kebijakan.

Ketika ditanya, apakah langkah cepat untuk mengatasi melemahnya rupiah dengan cara mengganti menteri-menteri ekonomi, Mekeng mengatakan, hal itu juga tidak membantu sama sekali.

"Tidak ada hubungannya. Kalau perombakan lebih banyak kompetensi saja. Yang paling penting adalah menyelesaikan masalah fundamental atau membuat gugus tugas," kata Mekeng.

Terkait pernyataan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, penguatan dolar AS terhadap rupiah adalah pertanda baik, dibantah Mekeng.

"Dolar naik kok jadi bagus, ya gak bagus. Karena biaya produksi semakin mahal, harga jual pasti mahal, rakyat tidak bisa beli, dimana bagusnya?," kata dia.



"Belum lagi kompetitif di luar negeri kalau kita punya biaya produksi mahal kita mau jual produksi kita di luar negeri belum tentu kompetitif, negara lain fungsi negara memberikan kekuatan," demikian Mekeng.