Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur PT Soegih Interjaya (PT SI) Willy Sebastian Lim memberikan uang sejumlah 190 ribu dolar AS kepada Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Suroso Atmomartoyo.


Suap itu menurut KPK adalah agar Suroso menyetujui OCTEL melalui PT SI menjadi penyedia/pemasok Tetraethyl Lead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang milik PT Pertamina (Persero) periode bulan Desember 2004 dan tahun 2005.

"Perbuatan terdakwa bersama David P Turner, Paul Jennings, Dennis J Kerisson, Miltos Papachristos, The Associated Octel Company Limited (OCTEL) dan Muhammad Syakir memberi uang seluruhnya sebesar 190 ribu dolar AS kepada Suroso Atmomartoyo sebagai Direktur Pengolahan PT Pertamina," kata jaksa penuntut umum KPK Ariawan Agustiartono dalam sidang pembacaan dakwaan di gedung pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Nama-nama tersebut adalah David P Turner selaku Sales and marketing Director of the OCTEL, Paul Jennings sebagai Chief Executive Officer (CEO) of OCTEL, Dennis J Kerisson yang juga menjabat sebagai CEO of OCTEL, Miltos Papachristos yaitu Regional Sales Direkctor for the Asia Pacific Region of OCTEL.

"Yang masing-masing telah diputus oleh pengadilan di Court Crwon at Southwark United Kingdom dan Muhammad Syakir selaku Direktur PT SI. PT OCTEL sendiri pada 2006 berubah nama menjadi Innospec Limited," tambah jaksa.

"OCTEL sebagai produsen TEL yang memasok ke berbagai negara salah satunya Indonesia dan merupakan bahan additif agar mesin tidak berbunyi serta meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar, namun penggunannya dapat menyebabkan hambatan pada lapisan katalis konverter sehingga membuat gas berbahaya dari hasil pembakaran bahan bakar dan di satu sisi pembakaran TEL menghasilkan gas berbahaya dengan label yang sangat membahayakan bagi kesehatan," ungkap jaksa Irene Putrie.

PT SI sudah ditunjuk oleh OCTEL untuk menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia sejak 1982, dengan mendapat kompensasi berupa komisi dalam jumlah tertentu sesuai hasil penjualan TEL di Indonesia.

Pada 2003, OCTEL dan PT Pertamina membuat nota kesepahaman (MoU) tanggal 2 Mei 2003 yang menyepakati bahwa pembelian TEL akan dilakukan dalam periode tahun 2003 sampai dengan maksimal September 2004 dengan harga yang disepakati sebesar 9.975 dolar AS per metrik ton.

"Dalam waktu yang bersamaan, pemerintah Indonesia mencanangkan proyek langit biru yang salah satu programnya adalah penghapusan timbal (TEL) dalam bensin dan solar di dalam negeri per 31 Desember 2004. Sedangkan pelaksanaan program secara menyeluruh ditargetkan pada pertengahan 2005," ungkap jaksa Wawan.

Pada Mei 2003, terdakwa memerintahkan Muhammad Syakir menyampaikan kepada Miltos Papachristos tentang rencana penerapan proyek langit biru di Indonesia serta strategi yang akan dilakukan terdakwa untuk memperlambat proses penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Kelestarian Lingkungan Hidup dan Menteri Keuangan terkait proyek Langit Biru, serta mencari cara untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia dengan mengusahakan penggunaan Plutocen sebagai oktan alternatif yang diikuti permintaan imbalan sejumlah uang untuk para pejabat Pertamina dengan alasan perusahaan lain pemasok Plutocen kepada Pertamina melakukan pemberian imbalan yang sama.

"Pada 7 Juli 2003, Mitos menyampaikan kepada M Syakir bahwa pihak OCTEL akan memberikan uang yang disebut dengan "Indonesian fund" yang dibiayai dari bisnis TEL dan akan membahas hal tersebut secara rinci dengan terdakwa," tegas jaksa.

Untuk mempertahankan OCTEL sebagai pemasok tunggal TEL bagi kilang Pertamina, pada 22 Desember 2003, M Syakir menyampaikan kepada David P Turner bahwa perusahaan pemasok TEL Lain yaitu TDS Chemical CO LTd yang menawarkan harga yang lebih murah yaitu 9.250 dolar AS per metrik ton, sehinga M Syakir dan David P Turner pada 20 Desember 2003 melakukan upaya agar TDS Chemical Co. Ltd tidak mendapatkan kontrak pengadaan TEL.

Karena MoU pengadaan TEL antara PT Pertamina dan OCTEL akan berakhir pada September 2004, maka pada 9 Juni 2004 Deputi Direktur Pengolahan PT Pertamina Dwi Suhartoyo mengirimkan surat kepada Direktur Utama perihal pengadaan TEL untuk gasoline keperluan kilang minyak Pertamina periode September-Desember 2004 yang ditindaklanjuti melalui surat oleh Koordinator PPL PT Pertamina bernama Herry Sucipto kepada Dirut PT Pertamina berisi dua alternatif pengadaan TEL periode September-Desember 2004 yaitu melalui TDS Chemical CO. Ltd dan OCTEL.

Pada bulan Juli 2004, PT SI yang diwakili oleh terdakwa dan M Syakir melakukan negosiasi harga dengan PT Pertamina yang diwakili oleh Suroso Atmomartoyo, Djohan Sumarjanto, Satya Nugraha. Dalam negosiasi itu PT SI selaku agen dari OCTEL menolak untuk menurunkan harga yang diminta PT Pertamina yaitu sebesar 9.250 dolar AS per metrik ton.

Namun saat Suroso Atmomartoyo diangkat menjadi Direktur Pengolahan PT Pertamina pada 10 Agustus 2004 yang memiliki kewenangan untuk menandatangani dan menyetujui pembelian TEL oleh PT Pertamina yaitu menandatangani Purchase Order (PO) terkait pengadaan TEL dan berwenang menyetujui harga TEL hasil negosiasi antara bagian pengadaan dengan perusahaan penyediaan sebelum mendapat persetujuan dari dirut PT Pertamina, Willy pun kembali berusaha mendapatkan kontrak.

Akhirnya, pada Agustus 2004, Willy memberitahu Miltos Papachristos melalui email mengenai rencana untuk meminta Suroso tetap mengizinkan dan menyetujui penggunaan TEL serta OCTEL melalui PT SI dengan meminta sejumlah dana kepada Dennis J Kerrison dan David P Turner agar diberikan kepada Suroso.

"Untuk mempercepat proses pemberiannya akan menggunakan dana milik terdakwa lebih dulu," tambah jaksa.

Selanjutnya David P Turner melaporkan usulan dari terdakwa kepada Paul Jennings dan tindak lanjutnya adalah pertemuan Willy, Suroso dan Paul Jenning di Jakarta untuk mengatur cara agar OCTEL tetap menjadi pemasok TEL di PT Pertamina.

Pertemuan selanjutnya dilangsungkan pada November 2004 antara Willy, M Syakir dan Suroso di kantor Pertamina yang membahas tentang pengiriman TEL oleh OCTEL kepada PT Pertamina melalui PT SI sejumlah total 450 metrik ton seharga 11 ribu dolar AS per metrik ton.

"Suroso menyetujuinya dengan syarat terdakwa memberikan fee sebesar 500 dolar AS per metrik ton dan atas penyampaian M Syakir tersebut, terdakwa menyetujuinya," ungkap jaksa.

Permintaan itu juga disetujui oleh David P Turner untuk pesanan yang diterima sebelum akhir 2004 dengan harga 11 ribu dolar AS per metrik ton hingga batas maksimal sebanyak 450 metrik ton sehingga jumlah maksimum yang diterima oleh Suroso adalah sejumlah 225 ribu dolar AS dan jika berhasil memperpanjang kontrak TEL sampai tahun 2005 OCTEL akan melakukan pembayaran kepada Suroso yang diambil dari komisi yang dibayarkan OCTEL kepada PT SI.

Suroso lalu membuat memorandum tanggal 17 Desember 2004 yang dalam MoU itu Suroso menyampaikan bahwa kebutuhan TEL yang diperlukan adalah sejumlah 455,20 metrik ton dan mengupayakan harga sama dengan harga pada surat pesanan purchase order (PO) pembelian TEL yang terakhir yaitu sebesar 9.975 dolar AS per metrik ton.

Selanjutnya Suroso meminta persetujuan Direksi PT Pertamina untuk melakukan proses pengadaan dengan menunjuk PT SI.

Atas memorandum Suroso tersebut, Direksi PT Pertamina pun menyetujui proses pengadaan TEL keperluan kilang PT Pertamina kepada PT SI.

Pada 21 Desember 2004, atas perintah terdakwa selaku Direktur PT SI, M Syakir dan PT Pertamina yang diwakili Djohan Sumarjanto, Satya Nugraha dan Edwinn Irwanto melakukan negosiasi harga TEL dan keesokan harinya pada 22 Desember 2004 Suroso selaku Direktur Pengolahan PT Pertamina menyetujui OCTEL menjadi penyedia/pemasok TEL periode Desember 2004 dengan harga 10.750 dolar AS per metrik ton padahal harga sebelumnya sebesar 9.975 dolar AS per metrik ton.

"Purchase Order yang diterbitkan oleh PT Pertamina adalah membeli sebanyak 446,4 metrik ton dengan harga 10.750 dolar AS sehingga totalnya mencapai 4.798.800 dolar AS dan terdakwa menerima komisi ormal sebesar 6 persen dari total penjualan yaitu 276.544 dolar AS," jelas jaksa.

Di samping itu ada tambahan komisi sebesar 300 ribu dolar AS dengan cara menambah komisi sebesar 4 persen dari total penjualan 184.363,2 dolar AS dan selisihnya yaitu 115.636,81 dolar AS dibuatkan tagihan service dan dukungan.

"Uang fee untuk Suroso dikirimkan ke rekening milik Suroso di Bank UOB Singapura sejumlah 190 ribu dolar AS secara bertahap yaitu pada 18 Januari 2004, 13 Juli 2005 dan 19 September 2005," tambah jaksa.

Sebelumnya pada 9 September 2005, OCTEL melakukan pembayaran komisi sebesar 236.236 dolar AS kepada terdakwa ke rekening Bank UOB Singapura atas nama Willy Sebastian Lim," ungkap jaksa.

Willy juga membayarkan biaya perjalanan Suroso ke London dan David P Turner membayarkan fasilitas menginap untuk Suroso di hotel May Fair Radisson Ewardian untuk 23-26 April 2005 sejumlah 749,66 poundsterling serta fasilitas menginap di hotel Manchaster UK pada 27 April 2005 sebesar 149,5 poundsterling

Rincian pembelian TEL oleh Pertamina kepada PT SI selama 2005 adalah sebagai berikut:

1. Pada 17 Februari 2005 sebesar 308 metrik ton senilai 3.311.000 dolar AS per metrik ton

2. Pada 6 April 2005 sebesar 286 metrik ton seharga 3.074.500 dolar AS

3. Pada 20 April 2005 sebesar 704 metrik ton senilai 7.568.000 dolar AS

4. Pada 7 Juli 2005 sebesar 1.224 metrik ton senilai 13.158.000 dolar AS

5. Pada 5 September 2005 sebesar 1.332,59 metrik ton senilai 14.325.242,5 dolar AS

Atas perbuatannya, Willy didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a subsider pasal 5 ayat (1) huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 54 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Atas dakwaan tersebut, Willy akan mengajukan keberatan (nota eksepsi).

"Saya sangat, sangat keberatan atas dakwaan itu," kata Willy yang lulusan Sekolah Dasar itu.

Pengacara Willy, Palmer Situmorang juga mengaku akan mengajukan nota keberatan.

"Bahwa setelah mendengar dan menyimak yang disampaikan jaksa kami berkesimpulan ada beberapa hal yang perlu kami berikan tanggapan yang di luar pokok perkara substansi pada intinya kami mau menyampaikan eksepsi dan kami minta waktu selama 7 hari," kata Palmer.

Atas permintaan itu, ketua majelis hakim John Butarbutar menunda sidang hingga 25 Mei 2015.