Beirut (ANTARA News) - Kelompok Negara Islam (Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) merebut fasilitas pemerintah di kota strategis Irak, Ramadi, pada Jumat (15/5), berjam-jam setelah dilaporkan membunuh puluhan warga sipil ketika mengepung kota kuno Suriah, Palmyra.

Perempuan dan anak-anak termasuk di dalam 23 orang yang dieksekusi secara keji di luar Palmyra menurut kelompok pemantau, sementara orang-orang makin takut pasukan ISIS akan menghancurkan kota kuno warisan dunia itu.

Setelah aksi brutal di Suriah, kelompok ISIS mengibarkan bendera hitam mereka di kantor pusat pemerintah Ramadi setelah melancarkan serangan dengan mobil bom bunuh diri yang menyebabkan warga sipil berlarian meninggalkan kota di barat tersebut.

ISIS "sekarang menguasai pusat pemerintahan Ramadi dan juga menaikkan bendera hitamnya di markas besar kepolisian Anbar," kata seorang mayor polisi kepada kantor berita AFP tanpa bersedia disebutkan namanya.

Kehilangan ibu kota Provinsi Anbar itu merupakan kemunduran besar bagi pemerintah Irak, yang telah berjuang mati-matian menghadapi kelompok ISIS di wilayah tersebut dan di Baiji, sebelah utara Baghdad, meski sudah berbulan-bulan koalisi pimpinan Amerika Serikat melakukan serangan bom.

Pemerintah Irak menyatakan bahwa Ramadi belum jatuh dan perlawanan untuk mempertahankannya masih berlangsung.

Kelompok ekstrem bersenjata itu sudah menguasai Mosul, kota terbesar kedua Irak dan ibu kota provinsi tetangga, Nineveh.

Wakil Presiden AS Joe Biden pada Jumat berjanji akan mendukung pasokan bagi pasukan Irak saat melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Perdana Menteri Haider al-Abadi. (Uu.M007)