Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan memantau perkembangan harga minyak sampai Oktober 2015 sebelum memutuskan periodisasi evaluasi harga BBM pada November 2015.

"Saya kira Oktober sudah terlihat kecenderungan harga minyak ke depan seperti apa. Jadi, database untuk menyimpulkan ke depan sudah lebih lengkap," kata Menteri ESDM Sudirman Said dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, pada November 2015 atau tepat satu tahun pemerintahan, pihaknya akan memutuskan periodisasi evaluasi harga BBM apakah dalam tiga, enam, atau berapa bulan sekali.

Kalau penetapan harga BBM dilakukan terlalu sering misalkan setiap bulan, lanjutnya, maka akan merepotkan, mengingat BBM berdampak luas ke masyarakat.

Sudirman juga mengatakan, saat ini, merupakan tahun pertama penerapan pola baru harga BBM, sehingga pemerintah masih memantau dan mencari pola periodisasi evaluasi yang tepat.

"Kami mesti lihat polanya. Kalau bilang dikaji enam bulan sekali, tahu-tahu ada kenaikan luar biasa, salah juga. Tapi kalau bilang tiga bulan, siapa tahu harganya stabil. Jadi, nanti akan dilihat secara keseluruhan ke depan seperti apa," ujarnya.

Ia mengakui, saat ini, Pertamina menanggung selisih negatif harga BBM jenis premium dan solar.

"Kami sudah minta Pertamina untuk menatausahakan besaran selisihnya, sehingga pada waktunya dikompensasi kenaikan harga ke depan," katanya.

Dengan demikian, lanjutnya, pemerintah tetap melakukan pengaturan harga BBM dan tidak diserahkan pada mekanisme pasar.

Menurut dia, pihaknya akan mengeluarkan peraturan menteri untuk pola penetapan harga BBM tersebut.

Sudirman juga mengatakan, pemerintah tidak akan kembali membebani selisih negatif harga BBM ke APBN atau memberikan subsidi.

"Wajar saja kalau pihak-pihak yang selama ini menikmati ketidakefisienan dari harga BBM, kini bereaksi. Tapi, kami akan konsisten, karena ujungnya kami bekerja untuk melayani masyarakat," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Sudirman juga mengakui, pemerintah meminta Pertamina menunda sementara kenaikan harga Pertamax, alasannya, menimbulkan kesimpangsiuran informasi di masyarakat.

"(Penetapan harga Pertamax) kemarin itu masih tercampur-campur, sehingga informasinya membingungkan," katanya.

Ke depan, pemerintah akan memisahkan pengumuman penetapan harga BBM subsidi oleh pemerintah dan nonsubsidi oleh Pertamina.

Sebelumnya, beredar kesimpangsiuran informasi bahwa Pertamina akan menaikkan harga BBM jenis solar bersubsidi dari Rp6.900 menjadi Rp9.200 per liter mulai 15 Mei 2015.

Hal itu dipicu beredarnya surat pemberitahuan Pertamina ke SPBU yang ada di wilayah Jakarta, Jabar, dan Banten.

Sesuai surat yang beredar secara masif di media sosial itu disebutkan harga BBM jenis biosolar/solar keekonomian ditetapkan Rp9.200 per liter.

Informasi tersebut lantas dianggap sebagai kenaikan harga solar bersubsidi di SPBU.

Padahal, surat tersebut secara jelas menyebutkan harga solar keekonomian dan bukan solar bersubsidi.

Apalagi, harga biosolar/solar keekonomian per 1 Mei 2015 adalah Rp9.300 per liter yang artinya per 15 Mei 2015 diturunkan Rp100 menjadi Rp9.200 per liter.

Penetapan solar bersubsidi bukan kewenangan Pertamina, namun pemerintah.