Jakarta (ANTARA News) - KPK menyita satu ruko di Pekanbaru, Riau, dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait proyek PT Duta Graha Indah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Pembelian Saham PT Garuda Imdonesia dengan tersangka Muhammad Nazaruddin.

"Pada hari ini, penyidik menyita sebuah ruko di Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, terkait penyidikan tindak pidana pencucian uang MNZ (Muhammad Nazaruddin)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis.

Ruko dengan luas tanah 88 meter persegi itu terletak di Komplek Sudirman City Blok E/10 Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, dengan sertifikat atas nama Nazir Rahmat.

Nazir Rahmat diketahui sebagai sepupu Muhammad Nazaruddin.

Sebelumnya KPK telah memanggil adik kandung Nazaruddin, M. Nazir, sebagai saksi dalam perkara yang sama, namun ia tidak nampak hadir.

Pemanggilan hari Kamis merupakan pemanggilan ketiga setelah sebelumnya KPK memanggil M. Nazir pada 30 Desember 2014 dan 15 April 2015.

Selain M. Nazir, KPK juga memanggil satu orang saksi dari pihak swasta yaitu Rita Zahara.

Nazaruddin yang merupakan terpidana tujuh tahun perkara suap Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang itu diduga melakukan pencucian uang karena membeli saham PT Garuda Indonesia dengan menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT DGI sebagai pelaksana proyek wisma atlet SEA Games 2011.

Pasal yang disangkakan terhadap mantan bendahara umum DPP Partai Demokrat itu adalah pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider pasal 5 ayat 2, subsider pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta-Rp1 miliar.

Sedangkan pasal tindak pidana pencucian uang yaitu pasal 3 atau pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian uang dengan ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Kasus tersebut terungkap saat mantan wakil direktur keuangan Permai Grup, Yulianis saat bersaksi dan mengungkapkan bahwa perusahaan milik Nazaruddin Permai Grup membeli saham PT Garuda Indonesia senilai total Rp300,85 miliar pada 2010.

Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan oleh lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup.

Rincian saham itu terdiri Rp300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement) dan transfer sebanyak 2 kali.