Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, bergerak terdepresiasi sebesar 105 poin menjadi Rp13.130 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.025 per dolar AS.

"Rupiah tertekan cukup dalam terhadap dolar AS merespon situasi ekonomi Indonesia yang diperkirakan masih akan melambat," ujar pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pelaku pasar membutuhkan kepastian dari pemerintah mengenai komitmennya untuk mendorong pembangunan infrastruktur, diharapkan pemerintah segera merealisasikan pembangunan infrastruktur sehingga pada akhirnya dapat mengangkat ekonomi domestik.

Dari eksternal, ia menambahkan bahwa data Non-Farm Payrolls (NFP) Amerika Serikat yang sedianya akan dirilis pada akhir pekan (Jumat, 8/5) waktu setempat diperkirakan meningkat, situasi itu kembali menimbulkan spekulasi the Fed akan menaikan suku bunganya dalam waktu dekat.

"Spekulasi itu membuat volatilitas rupiah menjadi tinggi. Data NFP cukup berpengaruh pada mata uang dunia karena dapat memberi gambaran bagi The Fed untuk menaikan suku bunganya," katanya.

Kendati demikian, menurut dia, Bank Indonesia masih siaga di pasar valas domestik agar mata uang rupiah tidak terdepresiasi lebih dalam lagi agar tidak menimbulkan kepanikan di kalangan pelaku pasar uang.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis (7/5) ini tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.065 dibandingkan hari sebelumnya, Rabu (6/5) di posisi Rp13.040 per dolar AS.