Hukuman mati tidak pengaruhi diplomasi Indonesia-Amerika Serikat
4 Mei 2015 20:00 WIB
(kiri ke kanan) Penulis Izharry Agusjaya Moenzir, Stanley Harsha, editor senior Jakarta Post Endy Bayuni, mantan Rektor UIN Jakarta Azyumardi Azra dalam peluncuran buku "Seperti Bulan dan Matahari, Indonesia dalam Catatan Seorang Diplomat Amerika" di Jakarta. (Alviansyah Pasaribu)
Jakarta (ANTARA News) - Stanley Harsha, mantan diplomat Amerika Serikat yang 12 tahun berkarir di Indonesia, mengatakan hubungan antara Indonesia dan AS akan tetap terjalin baik meskipun hukuman mati tetap diberlakukan.
"Kata kuncinya adalah persahabatan dan pengertian antara Amerika Serikat dan Indonesia. Waktu Amerika memerangi Irak, Indonesia tidak setuju tapi hubungan baik tetap terjaga," kata Harsha, usai meluncurkan buku Seperti Bulan dan Matahari, Indonesia dalam Catatan Seorang Diplomat Amerika, di Jakarta, Senin.
Harsha menghargai pelaksanaan hukuman mati sebagai kebijakan hukum di Indonesia kendati secara pribadi ia menolak hukuman itu.
"Amerika juga punya hukuman mati tapi saya sendiri tidak setuju dengan hukuman mati, tapi saya hargai hukum Indonesia," katanya.
Diplomat yang punya empat kali masa penugasan di Indonesia itu mengkritik hukuman mati karena belum tentu akan memberikan efek jera bagi pengedar narkoba kelas kakap yang memasok barang ke Indonesia.
"Karena kebanyakan hanya ikan (pengedar) kecil yang dihukum tapi yang besar tidak. Saya setuju narkoba itu merusak tapi saya harap dikemudian hari Indonesia menemukan hukuman lain yang lebih efektif," kata mantan penasihat senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat itu.
Guru besar dan mantan rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, Azyumardi Azra, juga berpendapat hukuman mati tidak akan memperngaruhi hubungan baik Indonesia dan Amerika Serikat.
"Saya kira enggak, karena di beberapa negara bagian Amerika Serikat menerapkan hukuman mati jadi tidak akan mempengaruhi," kata Azra yang menulis pengantar untuk buku Harsha.
Selain itu Azra mengkritik sikap Australia yang tidak berani melontarkan protes ketika Amerika Serikat melakukan eksekusi terpidana mati.
"Australia tidak konsisten, tidak protes ke Amerika tapi keras ke Indonesia. Jika Australia terus mempermasalahkan hukuman mati, mereka yang merugi karena Indonesia banyak impor produk dari sana," katanya.
"Kata kuncinya adalah persahabatan dan pengertian antara Amerika Serikat dan Indonesia. Waktu Amerika memerangi Irak, Indonesia tidak setuju tapi hubungan baik tetap terjaga," kata Harsha, usai meluncurkan buku Seperti Bulan dan Matahari, Indonesia dalam Catatan Seorang Diplomat Amerika, di Jakarta, Senin.
Harsha menghargai pelaksanaan hukuman mati sebagai kebijakan hukum di Indonesia kendati secara pribadi ia menolak hukuman itu.
"Amerika juga punya hukuman mati tapi saya sendiri tidak setuju dengan hukuman mati, tapi saya hargai hukum Indonesia," katanya.
Diplomat yang punya empat kali masa penugasan di Indonesia itu mengkritik hukuman mati karena belum tentu akan memberikan efek jera bagi pengedar narkoba kelas kakap yang memasok barang ke Indonesia.
"Karena kebanyakan hanya ikan (pengedar) kecil yang dihukum tapi yang besar tidak. Saya setuju narkoba itu merusak tapi saya harap dikemudian hari Indonesia menemukan hukuman lain yang lebih efektif," kata mantan penasihat senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat itu.
Guru besar dan mantan rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, Azyumardi Azra, juga berpendapat hukuman mati tidak akan memperngaruhi hubungan baik Indonesia dan Amerika Serikat.
"Saya kira enggak, karena di beberapa negara bagian Amerika Serikat menerapkan hukuman mati jadi tidak akan mempengaruhi," kata Azra yang menulis pengantar untuk buku Harsha.
Selain itu Azra mengkritik sikap Australia yang tidak berani melontarkan protes ketika Amerika Serikat melakukan eksekusi terpidana mati.
"Australia tidak konsisten, tidak protes ke Amerika tapi keras ke Indonesia. Jika Australia terus mempermasalahkan hukuman mati, mereka yang merugi karena Indonesia banyak impor produk dari sana," katanya.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: