Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta jajaran Polri bersikap transparan dalam menangani kasus yang menjerat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.

"Harus transparan, itu masalahnya. Kalau tidak ada salahnya, (Novel) akan bebas. Itu masalahnya yang paling penting," kata Wapres Kalla usai bertemu Kapolri Badrodin Haiti di Mabes Polri Jakarta, Jumat.

Wapres menilai sikap Polri yang memutuskan untuk menangkap dan menahan Novel sudah sesuai prosedur penyidikan sehingga proses tersebut harus dilakukan secara terbuka dan transparan.

"Di kepolisian ini terbuka juga, ada (jenderal) bintang empat kena juga, bintang tiga, bintang dua, bintang satu, semuanya di antara kita kan tidak boleh kebal (hukum). Tetapi (proses) itu harus transparan," katanya.

Ia juga mengatakan jika dalam proses pemeriksaan selama 1x24 jam penyidik menilai Novel tidak perlu ditahan maka penahanannya dapat ditangguhkan.

"Tentu penyidik di kepolisian pasti bertindak transparan, karena sesuai aturan tentu mengalami proses sesuai dengan hukum, tidak boleh keluar dari hukum sedikit pun," katanya.

Novel Baswedan ditangkap petugas Bareskrim karena dua kali mangkir dari pemeriksaan atas kasus penganiayaan terhadap seseorang hingga mengakibatkan meninggal dunia, pada 2004.

Novel ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jumat, pukul 00.30 WIB.

Surat perintah penangkapan Novel diregistrasi dengan Nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum yang memerintahkan Bareskrim untuk membawa Novel Baswedan ke kantor polisi.

Pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.

Novel yang saat itu berpangkat inspektur satu (Iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap bertanggung jawab atas penembakan tersebut.

Pada 5 Oktober 2012, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya pernah mendatangi KPK untuk berupaya menangkap Novel.

Saat itu, Novel bertugas sebagai penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Tahun Anggaran 2011.

Namun, pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.