Kejagung: pemeriksaan Mary Jane di Indonesia
30 April 2015 20:11 WIB
Eksekusi Mery Jane Ditunda Dua saudara perempuan terpidana mati Mary Jane Veloso, meninggalkan pulau nusakambangan usai mengikuti prosesi eksekusi mati melalui dermaga penyeberangan Wijaya Pura, Cilacap, Jateng, Rabu (29/4). Eksekusi mati terhadap Mary Jane Veloso ditunda pelaksanaannya dikarenakan permintaan resmi presiden Filipina untuk penyelidikan lebih lanjut terhadap kasusnya di Filipina. (ANTARA FOTO/Idhad Zakaria) ()
Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan pemeriksaan terpidana mati yang ditunda eksekusinya, Mary Jane, terkait dengan kasus perdagangan manusia oleh seorang pelaku di Filipina, bakal dilakukan di Indonesia
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana di Jakarta, Kamis, menyatakan Kejagung akan merespons surat Menteri Kehakiman Filipina dengan menawarkan alternatif pemeriksaan melalui media "teleconference".
"Keterangannya dibutuhkan pada 8 dan 14 Mei 2015 mendatang," katanya.
Ia menjelaskan penundaan eksekusi itu terkait dengan surat Menteri Kehakiman Filipina, sehubungan kasus rekrutmen pekerja secara ilegal atau perdagangan manusia yang dilakukan seorang tersangka, Christina.
Pihaknya melihat ada perbedaan sistem hukum pidana antara Filipina dengan KUHAP di Indonesia. Mereka minta MJ memberikan keterangan langsung.
Namun, sesuai Pasal 162 Ayat 2 KUHAP, dimungkinkan seorang saksi tidak memberikan keterangan secara langsung melainkan secara tertulis.
Memberikan keterangan secara tertulis itu di bawah sumpah. Nilainya sama dengan pemeriksaan secara langsung.
Ia mengatakan perkara MJ itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena sudah mengajukan Peninjauan Kembali dua kali dan grasinya ditolak.
"Putusan MJ itu tidak akan mengubah putusan yang telah ada. Namun kita lihat dulu saja perkembangannya," katanya.
Kejagung, katanya, memberikan toleransi kepada MJ sampai Mei 2015.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana di Jakarta, Kamis, menyatakan Kejagung akan merespons surat Menteri Kehakiman Filipina dengan menawarkan alternatif pemeriksaan melalui media "teleconference".
"Keterangannya dibutuhkan pada 8 dan 14 Mei 2015 mendatang," katanya.
Ia menjelaskan penundaan eksekusi itu terkait dengan surat Menteri Kehakiman Filipina, sehubungan kasus rekrutmen pekerja secara ilegal atau perdagangan manusia yang dilakukan seorang tersangka, Christina.
Pihaknya melihat ada perbedaan sistem hukum pidana antara Filipina dengan KUHAP di Indonesia. Mereka minta MJ memberikan keterangan langsung.
Namun, sesuai Pasal 162 Ayat 2 KUHAP, dimungkinkan seorang saksi tidak memberikan keterangan secara langsung melainkan secara tertulis.
Memberikan keterangan secara tertulis itu di bawah sumpah. Nilainya sama dengan pemeriksaan secara langsung.
Ia mengatakan perkara MJ itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap karena sudah mengajukan Peninjauan Kembali dua kali dan grasinya ditolak.
"Putusan MJ itu tidak akan mengubah putusan yang telah ada. Namun kita lihat dulu saja perkembangannya," katanya.
Kejagung, katanya, memberikan toleransi kepada MJ sampai Mei 2015.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: