Riyadh (ANTARA News) - Raja Salman menunjuk putra mahkota baru di Arab Saudi dan menempatkan putranya di urutan kedua penerus tahta kerajaan pada Rabu atau bertepatan dengan situasi regional yang terus memanas.

Dengan keputusan itu, Menteri Dalam Negeri Mohammad bin Nayef (55) resmi menjadi putra mahkota sementara Menteri Pertahanan Mohammad bin Salman (30) menjadi wakilnya.

Menurut sejumlah diplomat, keputusan Raja Salman adalah upaya untuk kembali mendekatkan diri dengan Amerika Serikat. Pangeran Mohammad bin Nayef --yang menggantikan Pangeran Muqrin sebagai putra mahkota-- merupakan tokoh yang mempunyai kedekatan dengan pejabat-pejabat di Washington melebihi pejabat kerajaan senior lainnya.

Perubahan besar lain dalam tubuh kerajaan adalah digantikannya Menteri Luar Negeri Saud al dengan Adel al-Jubeir, yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat dan tokoh pertama dari kalangan luar keluarga kerajaan yang berhasil menduduki jabatan tersebut.

Putra Mahkoha Mohammad bin Nayef adalah tokoh yang sudah tidak asing lagi bagi negara-negara Barat karena peran besarnya dalam menumpas Al Qaida. Namun demikian, Mohammad bin Salman masih belum begitu diketahui prestasinya sebelum menduduki jabatan sebagai menteri pertahanan.

Empat bulan yang lalu, Pangeran Salman adalah figur yang asing bagi publik Arab Saudi dan hanya sedikit mempunyai kenalan di negara-negara sekutu.

Tetapi sejak saat itu, dia kemudian menjabat sebagai menteri pertahanan dan menjadi wajah Arab Saudi dalam kebijakan perang di Yaman. Kini wajahnya terus menghiasi televisi dan menjadi figur sentral kerajaan meski masih berusia muda.

Keputusan perombakan di tubuh kerajaan muncul bertepatan dengan berubahnya haluan kebijakan luar negeri Arab Saudi. Sebelumnya, negara tersebut lebih memilih jalur politik yang jauh dari hingar bingar media untuk menyelesaikan persoalan regional.

Namun kini, paradigma itu berubah dengan kebijakan menyerang Yaman dengan kekuatan militer.

Sejumlah pengamat mengatakan bahwa kebijakan di Yaman merupakan refleksi atas pendekatan kebijakan luar negeri baru dari Raja Salman. Penguasa itu menilai bahwa negaranya harus mengimbangi naiknya pengaruh Iran di Timur Tengah sambil mengembalikan hubungan mesra dengan Amerika Serikat yang sempat menjauh, demikian Reuters.

(Uu.G005)