Wakil Ketua MPR dukung hukuman mati
28 April 2015 20:46 WIB
Wakil Ketua MPR Wakil Ketua MPR-RI, Mahyudin (kiri) bersalaman dengan Kepala Biro Perum LKBN ANTARA Padang, Herman Nasir saat berkunjung di Kantor ANTARA Biro Padang, Sumatera Barat, Kamis (26/3). (ANTARA FOTO/Maril Gafur)
Martapura (ANTARA News) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Mahyudin mendukung sikap pemerintah yang akan melaksanakan hukuman mati terhadap sembilan bandar maupun pengedar narkoba.
"Kami mendukung sikap yang telah diambil pemerintah sehingga hukuman mati bagi sembilan terpidana narkoba harus dilaksanakan," ujarnya di Kota Martapura, Kalsel, Selasa.
Ia mengatakan, hukuman mati bukan keputusan pemerintah tetapi merupakan vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan terhadap terpidana tindak pidana bandar dan pengedar narkoba.
Dijelaskan, presiden memang memiliki hak pengampunan atau grasi yang diajukan setiap terpidana tetapi berhak menolak maupun mengabulkan permohonan pengampunan itu.
"Jika dalam hal ini, presiden sudah menolak grasi sembilan terpidana mati, kami di MPR mendukung langkah tersebut sehingga eksekusi mati harus dilaksanakan," tegasnya.
Ditekankan politisi Partai Golkar itu, pemerintah terutama presiden jangan terpengaruh ancaman negara lain yang warga negaranya menunggu eksekusi mati.
"Indonesia negara hukum sehingga hukum harus ditegakkan dan jangan sampai terpengaruh negara lain yang meminta warga negaranya jangan di eksekusi mati," ucapnya.
Ditegaskan, keputusan hukum yang berlaku di Indonesia merupakan masalah kedaulatan negara sehingga tidak bisa dipengaruhi negara lain dengan alasan apapun.
"Intinya, hukum Indonesia harus ditegakkan dan merupakan kedaulatan bangsa yang harus dihormati negara lain sehingga pemerintah jangan sampai terpengaruh," katanya.
Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung akan mengeksekusi mati sembilan terpidana yang diduga bandar dan pengedar narkoba.
Sembilan terpidana mati yang menunggu eksekusi yakni Mary Jane Veloso warga negara Filipina, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran keduanya warga negara Australia.
Kemudian Martin Anderson, Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil) dan Zainal Abidin (Indonesia).
"Kami mendukung sikap yang telah diambil pemerintah sehingga hukuman mati bagi sembilan terpidana narkoba harus dilaksanakan," ujarnya di Kota Martapura, Kalsel, Selasa.
Ia mengatakan, hukuman mati bukan keputusan pemerintah tetapi merupakan vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan terhadap terpidana tindak pidana bandar dan pengedar narkoba.
Dijelaskan, presiden memang memiliki hak pengampunan atau grasi yang diajukan setiap terpidana tetapi berhak menolak maupun mengabulkan permohonan pengampunan itu.
"Jika dalam hal ini, presiden sudah menolak grasi sembilan terpidana mati, kami di MPR mendukung langkah tersebut sehingga eksekusi mati harus dilaksanakan," tegasnya.
Ditekankan politisi Partai Golkar itu, pemerintah terutama presiden jangan terpengaruh ancaman negara lain yang warga negaranya menunggu eksekusi mati.
"Indonesia negara hukum sehingga hukum harus ditegakkan dan jangan sampai terpengaruh negara lain yang meminta warga negaranya jangan di eksekusi mati," ucapnya.
Ditegaskan, keputusan hukum yang berlaku di Indonesia merupakan masalah kedaulatan negara sehingga tidak bisa dipengaruhi negara lain dengan alasan apapun.
"Intinya, hukum Indonesia harus ditegakkan dan merupakan kedaulatan bangsa yang harus dihormati negara lain sehingga pemerintah jangan sampai terpengaruh," katanya.
Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung akan mengeksekusi mati sembilan terpidana yang diduga bandar dan pengedar narkoba.
Sembilan terpidana mati yang menunggu eksekusi yakni Mary Jane Veloso warga negara Filipina, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran keduanya warga negara Australia.
Kemudian Martin Anderson, Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil) dan Zainal Abidin (Indonesia).
Pewarta: Yose Rizal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: