Legislator minta pemerintah tak buru-buru setujui Petralite
27 April 2015 17:57 WIB
Jakarta, Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Wuryanto menyampaikan keterangan pers terkait dengan rencana pemerintah untuk menerbitkan Petralite sebagai ganti dari bahan bakar minyak pengganti Premium di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/4) (Zul SIkumbang)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Wuryanto meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru dan berhati-hati mengeluarkan kebijakan untuk menyetujui PT Pertamina mengeluarkan produk bahan bakar baru dengan nilai oktan 90 yang dinamai Petralite.
"Kalau PDI-P itukan pasti berpihak kepada rakyat. Setiap kebijakan Presiden, tentu akan kita dukung penuh. Tapi soal BBM Petralite ini, saya khawatir belum dibicarakan ke Presiden. Maka kami imbau agar berhati-hati. Karena secara teknis sulit dilaksanakan, secara bisnis akan menimbulkan rente baru," kata Bambang dalam keterangan pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
Sejauh ini, kata dia, pihak Kementerian ESDM dan Pertamina belum pernah memberi informasi resmi kepada DPR RI atas rencana itu. Informasi hanya diperoleh berdasarkan apa yang disampaikan pejabat negara itu ke media massa.
Dari informasi beredar, kata Bambang, Petralite akan dibuat sebagai pengganti BBM jenis premium yang selama ini disubsidi negara dengan angka oktan 88. Masalahnya, dengan kenaikan angka 2 oktan itu, akan diikuti kenaikan harga yang lumayan. Premium saat ini berkisar Rp7.400-Rp7.600 per liter, sementara Petralite diperkirakan di atas Rp8.000 per liter.
"Kalau premium dihilangkan, sama saja dengan menaikkan harga BBM. Kalau itu dinaikkan, akan berat ke rakyat, perekonomian melambat," kata Bambang.
Dia lalu mengingatkan bahwa berdasarkan laporan keuangan Pertamina, untuk impor dan distribusi Pertamina, nilainya hingga lebih dari 66 miliar dolar atau setara Rp830 triliun pertahun.
Angka itu demi memenuhi kebutuhan minyak nasional yang 15 juta barrel per bulan. Sementara kilang nasional hanya bisa memproduksi 5-5,2 juta barrel per bulan.
"Kalau PDI-P itukan pasti berpihak kepada rakyat. Setiap kebijakan Presiden, tentu akan kita dukung penuh. Tapi soal BBM Petralite ini, saya khawatir belum dibicarakan ke Presiden. Maka kami imbau agar berhati-hati. Karena secara teknis sulit dilaksanakan, secara bisnis akan menimbulkan rente baru," kata Bambang dalam keterangan pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
Sejauh ini, kata dia, pihak Kementerian ESDM dan Pertamina belum pernah memberi informasi resmi kepada DPR RI atas rencana itu. Informasi hanya diperoleh berdasarkan apa yang disampaikan pejabat negara itu ke media massa.
Dari informasi beredar, kata Bambang, Petralite akan dibuat sebagai pengganti BBM jenis premium yang selama ini disubsidi negara dengan angka oktan 88. Masalahnya, dengan kenaikan angka 2 oktan itu, akan diikuti kenaikan harga yang lumayan. Premium saat ini berkisar Rp7.400-Rp7.600 per liter, sementara Petralite diperkirakan di atas Rp8.000 per liter.
"Kalau premium dihilangkan, sama saja dengan menaikkan harga BBM. Kalau itu dinaikkan, akan berat ke rakyat, perekonomian melambat," kata Bambang.
Dia lalu mengingatkan bahwa berdasarkan laporan keuangan Pertamina, untuk impor dan distribusi Pertamina, nilainya hingga lebih dari 66 miliar dolar atau setara Rp830 triliun pertahun.
Angka itu demi memenuhi kebutuhan minyak nasional yang 15 juta barrel per bulan. Sementara kilang nasional hanya bisa memproduksi 5-5,2 juta barrel per bulan.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: