Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka mengaku terlibat langsung terkait pembatalan hukuman mati terhadap TKI asal NTT, Wilfrida Soik,

Demikian dikatakan oleh Rieke dalam rilis yang diterima ANTARA News, Jakarta, Jakarta, Senin.

"Saya terlibat langsung dalam perjuangan untuk membatalkan hukuman mati TKI di Pengadilan Kota Bharu Malaysia, Wilfrida Soik, yang terbukti de facto membunuh majikannya dengan tusukan berkali-kali," kata Rieke.

Menurut Rieke, argumentasi hukum yang berhasil dibuktikan sebagai fakta hukum adalah bahwa Wilfrida korban perdagangan manusia dan mengalami disabilitas gangguan jiwa. Pihaknya berhasil membebaskan Wilfrida dari hukuman mati, dan saat ini Wilfrida dalam pendampingan dan perlindungan Pemerintah Malaysia.

"Saat kasus vonis mati terjadi pada warga negara asing di Indonesia, semestinya peradilan hukum Indonesia juga menerapkan pemenuhan rasa keadilan bagi Mary Jane yang terindikasi kuat korban perdagangan manusia dan Rodrigo penderita Skizofrenia Paranoid dan Gangguan Bipolar," sebut politisi PDIP itu.

Indonesia, lanjut Rieke, harus memikirkan secara serius reinterpretasi terhadap vonis mati menjadi vonis seumur hidup, memberantas mafia peradilan, merevitalisasi penjara-penjara yang ada, sehingga sanksi hukum berbuah efek jera dan pengorganisiran rasa tanggung jawab, para narapidana dibina, bukan dibinasakan.

Yang penting diingat oleh pemerintah Indonesia, yang termasuk "Extra Ordinary Crime" bukan hanya untuk kasus narkotika, tapi juga kasus terorisme, pelanggaran HAM berat dan korupsi.

"Kalau mau menerapkan vonis mati artinya tidak hanya berfokus pada kasus narkotika, tapi contohnya juga pada kasus korupsi yang terbukti sebuah mekanisme sistematis pemiskinan dan pembodohan terhadap rakyat," tegasnya.