Jakarta (ANTARA News) - Konflik dalam kepengurusan sepak bola Indonesia yang saat ini masih berlangsung antara PSSI dan Kemenpora, mau tidak mau juga bakal melibatkan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA).

Hal tersebut karena PSSI adalah salah satu anggota badan sepak bola dunia itu, yang juga memiliki aturan-aturan dan fungsi supervisi dalam penyelenggaraan kegiatan sepak bola di seluruh dunia.

Hampir seluruh negara di dunia saat ini adalah anggota FIFA, sehingga mereka bisa mengikuti berbagai pertandingan atau turnamen internasional yang masuk dalam kalender kegiatan organisasi sepak bola dunia itu.

Mulai dari yang Piala Dunia dengan rangkaian pertandingan babak kualifikasi, kejuaraan tingkat benua dan kawasan, kejuaraan antarklub, hingga kejuaraan internasional tingkat junior, semuanya masuk dalam kalender resmi FIFA.

Bahkan kegiatan sepak bola resmi di dalam negeri, termasuk kompetisi Liga Indonesia harus juga harus tunduk pada aturan-aturan standar yang telah ditetapkan FIFA.

Seperti dikemukakan Wakil Ketua Umum PSSI Hinca Pandjaitan, sanksi diberikan FIFA kepada PSSI apabila melanggar salah satu statuta FIFA. Saat ini PSSI terancam terkena sanksi FIFA akibat pembekuan organisasi oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.

"Kewajiban PSSI sebagai anggota FIFA harus independen dari intervensi pihak ketiga, kalau tidak mampu menjaga independensi ada sanksi," kata Hinca.

Sanksi pertama tersebut, Hinca menjelaskan, berupa pelarangan aktivitas sepak bola Indonesia di dunia internasional di bawah FIFA.

"Kepengurusan PSSI masih ada tetapi tidak boleh beraktivitas seluruh kegiatannya di dunia internasional yang di bawah FIFA. Misalnya Persipura dan Persib yang main di AFC tidak boleh, wasit-wasit Indonesia yang di internasional juga tidak boleh," kata dia.

Selain itu juga kemungkinan Indonesia tidak bisa tampil pada event-event sepak bola seperti pada SEA Games 2015, dan juga pada Piala AFC U-16 dan Piala AFF U-19 di mana Indonesia akan menjadi tuan rumah.

Dalam kasus yang berkembang dalam persepakbolaan Indonesia saat ini, yang berujung pada pembekuan organisasi PSSI oleh Menpora, memang ada ruang bagi FIFA untuk menggunakan wewenangnya.

Dalam Statuta atau peraturan FIFA pasal 13 butir 3 dan pasal 17 para anggota FIFA harus mengelola urusan mereka secara independen dan tanpa pengaruh dari pihak ketiga.

Bahkan dalam hal menetapkan persyaratan klub-klub liga yang berkompetisi di suatu negara anggota, juga ada aturan FIFA bahwa yang berwenang adalah asosiasinya.

Pada 10 April lalu, FIFA melayangkan surat kepada Kemenpora yang intinya mengingatkan agar pihak pemerintah tidak terlalu mencampuri urusan PSSI, terkait penetapan jumlah klub-klub peserta kompetisi.

Di Indonesia, di mana sebagian besar warganya adalah penggemar sepak bola, tentunya banyak yang tidak ingin sepak bola Indonesia terlempar dari pergaulan internasional.

Betapa pun buruknya prestasi tim nasional Indonesia, harapan masyarakat untuk menang dalam pertandingan-pertandingan internasional seolah tidak pernah pupus. Mereka tetap mengelu-elukan penampilan Evan Dimas dan kawan-kawan di setiap pertandingan.



Untuk Pembenahan

Menanggapi pertanyaan mengenai kemungkinan ada sanksi FIFA terhadap persepakbolaan Indonesia, Menpora Imam Nahrawi mengatakan bahwa langkah-langkah yang telah dilakukannya, termasuk membekukan PSSI, adalah upaya untuk memperbaiki persepakbolaan di Tanah Air.

Oleh sebab itu, kata Menpora saat ditemui wartawan di Gedung DPR-RI pekan lalu, tidak perlu khawatir jika upaya pembenahan tersebut ternyata berakibat sanksi dari FIFA.

Menpora juga geram jika PSSI seolah-olah berlindung di bawah FIFA dengan alasan sepak bola Indonesia bakal terkenal hukuman dari FIFA.

"Kalau itu merupakan hal yang positif bagi sepak bola nasional, saya rasa tidak boleh ditakut-takuti lah bangsa kita. Karena kita rindu prestasi sepakbola," kata Imam Nahrawi.

FIFA pernah menjatuhkan sanksi terharap sejumlah negara karena pemerintahnya mengintervensi pengurusan asosiasi sepak bola.

Misalnya Brunei Darussalam yang selama hampir tiga tahun (2008-2011) tidak boleh mengikuti turnamen tingkat internasional karena Sultan Hasanal Bolkiah membentuk federasi sepak bola baru.

Demikian juga sanksi yang pernah dijatuhkan kepada Irak, Yunani, dan Iran, yang sempat tidak boleh tampil pada pertandingan-pertandingan internasional karena ada masalah intervensi di kepengurusannya.

Jangka waktu sanksi FIFA itu sendiri bisa lama atau sebentar, tergantung bagaimana asosisasi sepak bola dapat menyelesaikan masalahnya dan memenuhi peraturan FIFA.

Menurut Menpora, apabila FIFA benar-benar menjatuhkan sanksi kepada Indonesia, maka masa hukuman tersebut harus dimanfaatkan untuk melakukan pembenahan.

Imam menegaskan semua upaya dari Kementerian Pemuda dan Olahraga bertujuan untuk membenahi masalah administrasi dan finansial yang selama ini menghambat prestasi sepak bola nasional.

Namun jika memang konsenkuensi yang ditanggung adalah sanksi FIFA, maka semua pihak, termasuk masyarakat, harus memahami bahwa langkah itu adalah untuk menyehatkan sepak bola Indonesia. Diperlukan kesabaran dan pemahaman terhadap situasi yang mungkin terasa pahit.

Sanksi FIFA adalah ancaman yang bisa merugikan persepakbolaan Indonesia, karena faktanya FIFA adalah "pemilik" permainan olahraga ini dengan berbagai perangkat aturannya.

Namun seperti yang dikemukakan Menpora, pembenahan untuk meningkatkan prestasi sepak bola Indonesia, yang juga sebagai harga diri bangsa, harus tetap dilakukan, meskipun ada resiko yang harus dihadapi.