Pelaku industri desak perizinan migas satu pintu
25 April 2015 21:06 WIB
ilustrasi Target DBH Migas Sejumlah buruh tani beristirahat di dekat lapangan minyak Sukowati di Desa Ngampel, Kapas, Bojonegoro, Jawa Timur, Rabu (8/4). Pemerintah menetapkan target penerimaan dana bagi hasil (DBH) migas 2015 turun 57 persen di dalam APBN Perubahan, karena adanya penurunan harga minyak dunia, dengan asumsi harga 60 dolar Amerika Serikat/barel. (ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo) ()
Jakarta (ANTARA News) - Pelaku industri minyak dan gas (migas) meminta pemerintah segera menunjuk satu lembaga yang bertugas mengurus segala macam perizinan di sektor tersebut guna memotong mata rantai birokrasi yang berbelit.
Hal itu antara lain disampaikan oleh Direktur Indonesia Petroleum Associastion (IPA) Marjolijn Wajong sebagaimana diterangkan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Marjolijn menjadi salah satu pembicara dalam Focus Groud Discussion (FGD) bertajuk "One Door One Stop Permit Policy for Indonesian's Oil and Gas Industry" di Hotel Darmawangsa, Jakarta, Kamis (23/4) lalu.
Ia mengatakan bahwa perizinan yang rumit dan berbelit telah berdampak tidak baik terhadap investasi migas di Indonesia, sehingga ke depan Marjolijn menyarankan agar Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) seharusnya yang bertugas mencarikan semua perizinan investasi migas.
"Jadi kami bisa fokus bagaimana cepat teknisnya, cepat memproduksinya dan lebih fokus meningkatkan produksi. Jadi jangan sibuk dengan izin-izin," kata Marjolijn dalam diskusi tersebut yang juga menghadirkan sejumlah narasumber lain termasuk Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis, Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana, dan Kepala Subdirektorat Pengawasan Eksploitasi Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Patuan Alfon Simanjuntak.
Jumlah izin di sektor hulu sejak pra-eksplorasi hingga pasca eksploitasi mencapai 341 jenis izin, melewati 17 instansi pemberi izin, dan lebih dari 6000 dokumen.
Teorinya membutuhkan waktu 8-10 tahun untuk komersialisasi cadangan migas, namun realitanya ada yang mencapai 17 tahun.
Sementara Marjolijn mengakui berdasarkan pengalamannya diperlukan waktu 10 tahun -15 tahun bagi investor untuk benar-benar bisa beroperasi di sektor hulu migas.
Diskusi tersebut merupakan rangkaian awal menyambut konvensi dan pameran (IPA Convex 2015) yang akan dilaksanakan di Balai Sidang Jakarta (JCC) pada 20-22 Mei 2015, yang merupakan kali ke-39 dan mengambil tema "Working Together to Accelerate Solutions in Facing Indonesia’s Energy Crisis".
Hal itu antara lain disampaikan oleh Direktur Indonesia Petroleum Associastion (IPA) Marjolijn Wajong sebagaimana diterangkan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Marjolijn menjadi salah satu pembicara dalam Focus Groud Discussion (FGD) bertajuk "One Door One Stop Permit Policy for Indonesian's Oil and Gas Industry" di Hotel Darmawangsa, Jakarta, Kamis (23/4) lalu.
Ia mengatakan bahwa perizinan yang rumit dan berbelit telah berdampak tidak baik terhadap investasi migas di Indonesia, sehingga ke depan Marjolijn menyarankan agar Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) seharusnya yang bertugas mencarikan semua perizinan investasi migas.
"Jadi kami bisa fokus bagaimana cepat teknisnya, cepat memproduksinya dan lebih fokus meningkatkan produksi. Jadi jangan sibuk dengan izin-izin," kata Marjolijn dalam diskusi tersebut yang juga menghadirkan sejumlah narasumber lain termasuk Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis, Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana, dan Kepala Subdirektorat Pengawasan Eksploitasi Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Patuan Alfon Simanjuntak.
Jumlah izin di sektor hulu sejak pra-eksplorasi hingga pasca eksploitasi mencapai 341 jenis izin, melewati 17 instansi pemberi izin, dan lebih dari 6000 dokumen.
Teorinya membutuhkan waktu 8-10 tahun untuk komersialisasi cadangan migas, namun realitanya ada yang mencapai 17 tahun.
Sementara Marjolijn mengakui berdasarkan pengalamannya diperlukan waktu 10 tahun -15 tahun bagi investor untuk benar-benar bisa beroperasi di sektor hulu migas.
Diskusi tersebut merupakan rangkaian awal menyambut konvensi dan pameran (IPA Convex 2015) yang akan dilaksanakan di Balai Sidang Jakarta (JCC) pada 20-22 Mei 2015, yang merupakan kali ke-39 dan mengambil tema "Working Together to Accelerate Solutions in Facing Indonesia’s Energy Crisis".
Pewarta: Gilang Galiarta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: