Yogyakarta perlu petakan zona rawan banjir
23 April 2015 22:34 WIB
Bersihkan Sisa Banjir Yogyakarta Warga membersihkan lumpur sisa banjir luapan Kali Code di kawasan Bantaran Kali Code, Cokrodirjan, Danurejan, Yogyakarta, Rabu (23/4). Hingga saat ini ratusan warga bergotong royong membersihkan rumah dari lumpur akibat luapan Kali Code pada Selasa (22/4) malam menyusul tingginya intensitas hujan. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko) ()
Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kota Yogyakarta perlu melakukan pemetaan zona rawan banjir di kawasan sepanjang tiga sungai besar di daerah itu, kata seorang pakar tata ruang.
"Perlu dilakukan analisis serta pemetaan kawasan sungai mana yang risiko bencana banjirnya paling tinggi," kata pakar tata ruang dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bakti Setiawan di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, pemetaan zona itu meliputi pemeriksaan kemungkinan pendangkalan dasar sungai, penyempitan sungai, serta kapasitas talud di sepanjang tiga sungai besar di Yogyakarta yakni sungai Code, Winongo dan Gajah Wong.
Menurut dia, rata-rata talud di tiga sungai besar di Yogyakarta itu telah memiliki usia yang tua yang dibangun pada 1989. Dengan demikian dibutuhkan evaluasi kualitas, kapasitas, serta struktur bangunan talud.
"Dengan demikian dapat dipetakan mana yang prioritas untuk diperbaiki," kata dia.
Sementara itu, menurut Bakti, persoalan banjir di kawasan bantaran sungai di Yogyakarta tidak terlepas dari penataan wilayah permukiman yang tidak bagus di kota itu.
Rusaknya kapasitas talud juga dipengaruhi maraknya pembangunan hotel di kanan-kiri sungai di Yogyakrta. Banyaknya bangunan bertingkat di kawasan itu menyebabkan beban talud bertambah.
Pada Rabu (22/4) malam, hujan lebat yang mengguyur DIY menyebabkan tiga sungai yang mengalir di Kota Yogyakarta meluap menggenangi permukiman penduduk di sekitarnya dan memaksa sekitar 900 warga mengungsi.
Direktur Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada Djati Mardiatno mengingatkan masyarakat di lembah Sungai Code, Winongo serta Gajah Wong di Kota Yogyakarta selalu meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana banjir selama musim pancaroba.
"Karena seperti kawasan Code yang saat ini menjadi permukiman memang wilayah tempat jalannya air," kata dia.
Menurut dia, selama musim pancaroba memang kerap terjadi cuaca ekstrem seperti hujan yang deras sekali meski dengan durasi yang singkat, hujan es, petir, serta angin kencang.
"Namun kami mengakui bahwa mitigasi struktural masyarakat yang tinggal di kawasan bantaran sungai, seperti di Kali Code sudah cukup bagus," kata dia.
"Perlu dilakukan analisis serta pemetaan kawasan sungai mana yang risiko bencana banjirnya paling tinggi," kata pakar tata ruang dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bakti Setiawan di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, pemetaan zona itu meliputi pemeriksaan kemungkinan pendangkalan dasar sungai, penyempitan sungai, serta kapasitas talud di sepanjang tiga sungai besar di Yogyakarta yakni sungai Code, Winongo dan Gajah Wong.
Menurut dia, rata-rata talud di tiga sungai besar di Yogyakarta itu telah memiliki usia yang tua yang dibangun pada 1989. Dengan demikian dibutuhkan evaluasi kualitas, kapasitas, serta struktur bangunan talud.
"Dengan demikian dapat dipetakan mana yang prioritas untuk diperbaiki," kata dia.
Sementara itu, menurut Bakti, persoalan banjir di kawasan bantaran sungai di Yogyakarta tidak terlepas dari penataan wilayah permukiman yang tidak bagus di kota itu.
Rusaknya kapasitas talud juga dipengaruhi maraknya pembangunan hotel di kanan-kiri sungai di Yogyakrta. Banyaknya bangunan bertingkat di kawasan itu menyebabkan beban talud bertambah.
Pada Rabu (22/4) malam, hujan lebat yang mengguyur DIY menyebabkan tiga sungai yang mengalir di Kota Yogyakarta meluap menggenangi permukiman penduduk di sekitarnya dan memaksa sekitar 900 warga mengungsi.
Direktur Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada Djati Mardiatno mengingatkan masyarakat di lembah Sungai Code, Winongo serta Gajah Wong di Kota Yogyakarta selalu meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana banjir selama musim pancaroba.
"Karena seperti kawasan Code yang saat ini menjadi permukiman memang wilayah tempat jalannya air," kata dia.
Menurut dia, selama musim pancaroba memang kerap terjadi cuaca ekstrem seperti hujan yang deras sekali meski dengan durasi yang singkat, hujan es, petir, serta angin kencang.
"Namun kami mengakui bahwa mitigasi struktural masyarakat yang tinggal di kawasan bantaran sungai, seperti di Kali Code sudah cukup bagus," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: