Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo memenuhi panggilan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999 di KPK.

"Ya diperiksa (sebagai tersangka)," kata Hadi saat tiba di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Hadi yang datang mengenakan batik cokelat dan peci hitam tersebut akan mengikuti proses hukum di KPK.

"Kita ikuti proses hukum di KPK," tambah Hadi singkat dan langsung masuk ke ruang tunggu steril KPK.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha mengonfirmasi pemeriksaan Hadi sebagai tersangka hari ini.

"Iya, hari ini penyidik memanggil HP (Hadi Poernomo) untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka," kata Priharsa.

Pemanggilan kali ini adalah pemanggilan keempat, namun Hadi baru kali ini memenuhi panggilan KPK.

Sebelumnya Hadi dipanggil pada 5 dan 12 Maret serta 10 April 2015, namun Hadi tidak pernah memenuhi panggilan karena mengaku sakit jantung sehingga dirawat di rumah sakit dan selanjutnya menunggu proses praperadilan.

Meski Hadi sudah mendapat jatah sidang praperadilan pada 13 April 2015, ia sendiri yang membatalkan gugatan praperadilan tersebut.

KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus tersebut pada 21 April 2014 ketika kasus terjadi Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004.

Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Namun satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak, memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu keuangan negara dirugikan senilai Rp375 miliar.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.