Jakarta (ANTARA News) - Bupati Tapanuli Tengah non aktif Bonaran Situmeang mengakui pernah berkomunikasi dengan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar melalui telepon selular milik anggota DPRD Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Bakhtiar Ahmad Sibarani.

"Dia hanya mengatakan Selamat ya dinda, bagaimana kabar? Saya jawab baik-baik. Ditanya Bagaimana pilkada Tapteng? Ya saya jawab saya serahkan ke masyarakat," kata Bonaran dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dalam perkara ini, Bonaran didakwa menyuap Akil hingga Rp1,8 miliar untuk memenangkan perkara sengketa Pilkada Kabupaten Tapteng.

"Itu telepon terbuka, kalau ini tidak Akil toh tidak salah. Kalau Akil pun, kan belum tahu apa yang mau dibicarakan. Kan bisa saja Selamat ya Pak Bonaran kan bukan teleponnya yang bermasalah," tambah Bonaran.

Pembicaraan itu dilakukan di Hotel Gran Menteng saat Bonaran bertemu dengan anggota DPRD Tapteng.

"Ada anggota Dewan (memberi) telepon, tidak mungkin saya tolak. Saya tidak tahu kalau Bakhtiar waktu itu urusan MK. Jadi saya langsung matikan. Saya bilang ke Bakhtiar sibarani, ini penipuan," ungkap Bonaran.

Ia menilai Bakhtiar menipu karena Akil adalah hakim Konstitusi.

"Kita ini orang Jakarta, sering ada penipuan SMS, telepon. Saya trauma dengan telepon, pembicaan saya juga pernah dibuka di MK kasus Anggodo (Widjojo), jadi langsung saya tutup," kata Bonaran.

Bonaran mengaku meminta Bakhtiar menghentikan upayanya itu meski Akil bukan hakim panel yang menangani kasusnya di MK.

Bonaran sendiri tidak pernah mendengar ada permintaan uang dari Akil terkait pengurusan sengketa Pilkada di MK, namun ia mendengarnya dari Syaiful Alamsyah Pasaribu.

"Saya tidak ingat persis tanggalnya, saya dengar di rumah saya di Eramas kalau Syaiful bilang ada permintaan duit dari Akil. Tapi saya tidak percaya. Saya bilang hati-hati ini penipuan," tambah Bonaran.

Namun saat berbicara dengan Syaiful, ternyata telepon selularnya Bakhtiar berdering dan Akil ternyata kembali menelpon.

"Dia (Bakhtiar) bilang ada Akil Mochtar mau bicara, saya tidak suruh dia sebelumnya. Saya tidak kenal Akil Mochtar, saya sudah disumpah," tegas Bonaran.

Ia juga menilai Bakhtiar Sibarani adalah anak muda yang gayanya "grasak-grusuk".

"Saya tidak tahu, ini orang kampung kok ngomong-ngomong dari Akil Mochtar, makanya saya bilang hentikan, ini penipuan," ungkap Bonaran.

Bonaran dan pasangannya, Sukran Jamilan Tanjung, ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2011-2016 berdasarkan Surat Keputusan KPU 18 Maret 2011.

Namun dua pasangan calon, Albiner Sitompul dan Steven P.B. Simanungkalit serta pasangan Dina Samosir-Hikmal Batubara menggugat Berita Acara Penetapan KPUD Tapanuli Tengah ke MK.

Pada 23 Maret 2011, Ketua MK menerbitkan SK Nomor 158/TAP MK/2011 yang menetapkan Panel Hakim Konstitusi untuk memeriksa permohonan keberatan dengan susunan panel Achmad Sodikin (Ketua), Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi sebagai anggota panel.

Saat proses sidang berlangsung, Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi yang ikut mengadili dan memutus perkara, menelpon anggota DPRD Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Bakhtiar Ahmad Sibarani. Dalam telepon, Akil meminta Bonaran menghubunginya.

Kemudian, Bakhtiar menemui Bonaran di Hotel Grand Menteng. Bonaran pun terhubung dengan Akil Mochtar melalui ponsel Bakhtiar. Setelah itu, Akil kembali menelpon Bakhtiar dan meminta duit Rp3 miliar kepada Bonaran untuk dikirimkan ke rekening perusahaan milik istri Akil, CV Ratu Samagat.

Dalam slip setoran, tertulis angkutan batu bara.

Selanjutnya pada 16 Juni 2011, Bonaran meminta orang suruhannya, Hetbin Pasaribu, untuk menemani Daniel Situmeang selaku ajudan Bonaran untuk mengambil uang senilai Rp 1 miliar di BNI Rawamangun dan menyerahkannya pada Bakhtiar. Keesokannya, Bakhtiar dan Subur Effendi mentransfer uang Rp900 juta ke rekening CV Ratu Samagat dengan menuliskan berita dalam slip setoran angkutan batu bara. Kemudian, pengiriman duit juga kembali dilakukan oleh Hetbin sebesar Rp 900 juta ke rekening CV Ratu Samagat.

Pada 22 Juni 2011, dilakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh majleis hakim konstitusi dengan Akil Mochtar menjadi selaku salah satu majelis. Pada putusannya, MK menolak permohonan dari rival Bonaran.

Atas perbuatan tersebut, Bonaran diancam pidana Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Nomor 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pencara maksimal 15 tahun penjara dan dan denda Rp750 juta.