Pekanbaru (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemilihan Umum menyatakan pihaknya akan segera bersikap untuk mengeluarkan surat keputusan berisi aturan tentang dualisme pengurus partai politik dalam pemilihan kepala daerah serentak yang akan digelar pada Desember 2015.

"Konsultasi dengan Panja (panitia kerja) Komisi II DPR diharapkan selesai sebelum memasuki reses, pada 24 April. Setelah itu kami akan tetapkan aturan itu, dan berdasarkan aturan itulah kami bersikap," kata Ketua KPU RI, Husni Kamil Malik, disela kunjungan supervisinya tentang kesiapan Pilkada serentak Riau, di Kota Pekanbaru, Sabtu.

Waktu bagi KPU untuk menentukan sikap terkait dualisme kepengurusan di dua partai politik, yakni PPP dan Partai Golkar, makin pendek karena proses pendaftaran bakal calon Pilkada serentak akan dimulai pada pertengahan tahun 2015. Dengan pelaksanaan Pilkada serentak yang digelar di 204 daerah pada tahun ini, proses sosialisasi terhadap aturan tersebut juga sangat sempit.

"Ini kan atas permintaan Panja untuk buat alternatif, karena kalau merujuk ke Undang-Undang tentang Parpol itukan sudah jelas yang dirujuk adalah Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM. Tapi dalam banyak pandangan di Panja Komisi II DPR RI itu kan (hanya berlaku) dalam keadaan normal," ujarnya.

Ia mengatakan, KPU hingga kini juga masih terus melakukan diskusi internal dengan melibatkan sejumlah ahli untuk mengkaji kemungkinan lembaga itu bisa menggunakan aturan tambahan diluar Undang-Undang (UU) Partai Politik dan UU Penyelenggaran Pilkada.

Husni mengakui proses konsultasi dengan Panja DPR RI memang berlangsung alot, sehingga rencana penetapan SK sebagai solusi untuk dualisme kepengurusan dua partai politik yang bersengketa jadi molor dari target semula. Proses konsultasi itu pun hingga kini baru sebatas menghasilkan dua wacana penyelesaian. "Ini penting untuk digarisbawahi bahwa dua alternatif ini baru sebatas wacana, belum sampai ke draft," katanya.

Wacana pertama adalah KPU mengikuti proses hukum yang sudah berjalan di pengadilan. Artinya, KPU cukup merujuk pada putusan yang ditetapkan dipengadilan sebagai dasar untuk menerima bakal calon dari pengurus partai.

Kedua, adalah memberi ruang kepada pengrurus yang bersengketa untuk membuat kesepakatan bersama dalam bentuk konsiliasi atau islah. Sedangkan, masalah hukum dualisme pengurus partai tersebut terus berjalan. "Tapi hasil kesepakatan ini harus didaftarkan juga legalitasnya ke Kementerian Hukum dan HAM," ujarnya.

Namun, ia mengakui dari dua wacana tersebut ada konsekuensi yang muncul karena hasil pengadilan yang sudah ada berupa penundaan pemberlakukan SK Menteri Hukum dan HAM berarti membuat partai politik pengelolaanya dalam status quo.

"Artinya tidak ada satu pihak pun yang bisa mewakili partai politik, dan artinya tidak ada satu pun calon dari partai itu. Walaupun begitu, itu masih didebat juga," ujarnya.