Jakarta (ANTARA News) - Harga harpa yang relatif mahal membuat Maya Hasan ingin memproduksi alat musik petik itu di Indonesia agar harganya lebih terjangkau.

"Dulu saya pernah coba buat harpa, tapi belum ketemu pembuat yang bagus," ungkap Maya kepada Antara News saat ditemui usai peresmian Sekolah Musik Tradisional Gratis di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta, Kamis (16/4) malam.

Waktu, uang dan tenaga telah dicurahkannya untuk menghasilkan harpa buatan Indonesia, namun musisi yang belajar Harp Performance di Oregon, Amerika Serikat itu masih harus bersabar sebelum usahanya berbuah manis.

"Sempat riset tiga tahun, keluar uang banyak untuk bikin prototipe tapi gagal. Jadi sekarang saya sedang memikirkan kapan mau coba (memulai) lagi, dan sudah mulai ketemu orangnya," kata pemusik yang mulai belajar harpa sejak SMP itu.

Selama ini, murid dari Heidy Awuy itu menyebut harga alat musik harpa memang menjadi kendala dalam mempopulerkan alat musik petik itu di Tanah Air.

"Harpa murah banget itu ada, tapi kalo dikirim ke Indonesia jadi mahal karena biaya ongkos kirim," imbuh musisi yang juga bisa memainkan piano, trombon dan instrumen perkusi.

Pemusik harpa kelahiran Hong Kong 10 Januari 1972 silam itu berharap bila impiannya terwujud akan semakin banyak orang yang tertarik menggeluti harpa.

"Sekarang saja banyak murid anak-anak kecil yang ikut belajar harpa," ujar pemilik sekolah musik Maya Hasan Harp Center itu optimistis.