"Sebelum kejadian, lampu peringatan menyala. Lampu itu diikuti indikator lampu hidrolik dan elektrik yang menyala... kemungkinan ada kebocoran hidrolik sehingga dragshute-nya (parasut mengurangi kecepatan pesawat) tidak bekerja maksimum," kata Supriatna, di Markas Besar TNI AU, Cilangkap, Kamis.
Supriatna menjelaskan, ledakan yang terjadi akibat cadangan bahan bakar dalam pesawat bernomor ekor TT-1643 itu terbakar.
Akibat insiden ini TNI AU akan mengevaluasi rencana penambahan 24 pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dari Amerika Serikat. Pada 1989 TNI AU pertama kali menjadi operator F-16A/B Fighting Falcon Block15 OCU melalui Proyek Peace Bima Sena I.
"Kejadian ini menjadi bahan introspeksi untuk tidak membeli F-16 yang bekas. Namun program 24 penambahan pesawat sejak beberapa tahun yg lalu tetap berjalan," katanya. Indonesia sudah sering "menampung" pesawat-pesawat hibah alias bekas pakai negara-negara sahabat.
F-16 TT-1643 yang terbakar ini hasil pengadaan melalui Proyek Peace Bima Sena II. Pesawat tempur ini semula adalah F-16 Block 25 yang ditingkatkan airframe, mesin, avionika, dan komputernya, di Pangkalan Udara Angkatan Udara AS Hill, Utah. Mereka lalu diberi kode F-16 Fighting Falcon Block 52ID.
Amerika Serikat telah lama tidak lagi menerbangkan Block 25 ini dan ditawarkan kepada TNI AU yang lalu menyambutnya.
Pada sisi lain, dia memastikan kondisi pilot pesawat sekaligus komandan Skauadron Udara 16 TNI AU, Letnan Kolonel Penerbang Firman Dwi Cahyono, luka ringan dan sedang di rawat di RS TNI AU Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma.
"Alhamdulillah, penanganannya cepat sehingga penerbang sudah cukup sehat," kata Supriatna.