Jakarta (ANTARA News) - Laporan terbaru PT India Credit Rating Agency (ICRA) Indonesia menunjukkan bahwa secara kumulatif permintaan rumah baru di Indonesia mencapai angka 1,5 juta hingga 1,6 juta unit per tahun sampai 2018.

"Dengan asumsi pertumbuhan penduduk tahunan 1,4 persen, yang diperkirakan mencapai 266,5 juta jiwa pada 2018, maka secara kumulatif permintaan rumah baru mencapai 1,6 juta unit setiap tahun," kata Analis ICRA Indonesia Setyo Wijayanto dalam diskusi di Jakarta, Kamis.

Selain itu, lanjutnya, hal ini juga didukung oleh backlog atau kekurangan rumah yang berkisar di angka 13,6 juta dan perlu diselesaikan secara bertahap.

Khusus untuk segmen apartemen, ICRA Indonesia mencatat, pertumbuhan unit yang dijual di wilayah Jabodetabek melemah menjadi 0,9 persen pada 2014.

"Hal ini dikarenakan ekspansi kredit turun menjadi 12,8 persen, terutama disebabkan oleh aturan kredit yang lebih ketat," kata Setyo.

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan penjualan unit apartemen berkisar di angka 13,2 persen yang didukung pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) sebesar 26,6 persen.

Untuk tahun ini, ICRA Indonesia memperkirakan pertumbuhan sektor real estate tidak akan berubah dibandingkan 2014 mengingat transisi dan reformasi pemerintah baru yang masih sedang berlangsung.

"Selain faktor tersebut, revisi peraturan perpajakan atas transaksi properti dalam waktu dekat juga akan menjadi tantangan sektor ini," ungkap Setyo.

Tiga aturan pajak yang akan direvisi adalah PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), PPH 22 (pajak penghasilan) dan PPnBM (pajak barang mewah).

Ia menyatakan, jika revisi tersebut disetujui, harga properti perumahan akan meningkat karena pengembang cenderung meneruskan kenaikan pajak kepada konsunen.

"Hal ini berpotensi akan menekan permintaan dan penawaran, sehingga bisa menyebabkan perlambatan sektor ini," pungkasnya.